TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meminta pejabat negara menyetor Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN).
Menurut dia, laporan tersebut merupakan produk unggulan reformasi yang harus dilestarikan.
"Menjadi eye catching karena sejak awal reformasi Justru instrumen ini yang keluar saat Almarhum BJ Habibie menjadi presiden," kata Saut kepada wartawan, Selasa (3/12/2019).
Menurut Saut, dokumen itu menjadi langkah awal mencegah terjadinya korupsi. Menyusul berdirinya KPK saat Megawati Soekarnoputri menjadi presiden.
"LHKPN itu pintu masuk dari banyak poin, antara lain menjaga integritas penyelenggara negara," kata Saut.
Baca: KPK Tunggu Laporan Harta 11 Pejabat Setingkat Menteri
Dari persepsi KPK, kata dia, LHKPN menjaga konsistensi para pejabat. Sejak awal menjabat, harta diumumkan kepada publik dan semua pihak bisa memantau.
Sehingga dari pertama hingga selesai masa jabatan, harta pejabat bisa dipertanggungjawabkan. Beda cerita jika dari awal, seorang pejabat malas melaporkan harta.
"Nah, LHKPN ini bisa menjadi salah satu cara," kata Saut.
Sebelumnya, Menkopolhukam Mahfud MD mengajak menteri Kabinet Indonesia Maju menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Masih ada sejumlah menteri yang belum melaporkan harta kekayaan.
Baca: Pimpinan KPK Imbau Menteri Lapor LHPKN Dibantu Anak dan Istri
"Iya (segera). Tapi menteri-menteri lain yang lambat (melaporkan) yang (berasal) dari swasta. Karena memang rumit laporannya," ucap Mahfud usai menyampaikan LHKPN di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (2/12/2019).
Mahfud menuturkan, menteri dari swasta adalah menteri yang bukan berasal dari penyelenggara negara. Mereka pertama kalinya mesti menyerahkan LHKPN.
Baca: KPK Ajukan Banding Atas Vonis Terdakwa e-KTP Markus Nari
Sedangnya menteri yang merupakan penyelenggara negara sudah terbiasa membuat LHKPN.
"Kalau saya tinggal nyambung saja, yang berubah mana yang baru mana. Cuma gitu saja," beber Mahfud.