TRIBUNNEWS.COM - Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi, Fadjroel Rachman menanggapi kritikan dari Rocky Gerung yang menyebut Presiden Jokowi tak paham Pancasila.
Fadjroel Rachman menegaskan Presiden Joko Widodo tidak anti kritik.
Sehingga, ia meminta Rocky Gerung untuk hati-hati dalam menyampaikan kritiknya itu.
Fadjroel berharap Rocky Gerung bisa menyampaikan pendapatnya secara akademisi.
Dikutip dari YouTube Kompas TV, dengan alasan karena keduanya sama-sama sebagai Alumni Universitas Indonesia (UI).
"Pemerintah tidak anti kritik, sepanjang kritik itu disampaikan secara akademis, karena kami sama-sama dari UI ya," kata Fadjroel kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/12/2019).
"Sama-sama dari perguruan tinggi tahu makna kritik," lanjutnya.
Namun, Fadjroel tetap mempersilakan publik untuk memberi kritikan kepada pemerintah.
Menurutnya, Indonesia sebagai negara demokrasi akan berkembang setelah ada kritikan.
"Kritik itu harus dibedakan dengan fitnah atau pencemaran nama baik, jadi tetap melakukan kritik," ungkapnya.
"Karena tanpa kritik, negeri ini tidak berkembang demokrasinya," jelas Fadjroel.
Sehingga, Fadjroel meminta semua masyarakat bisa memberi masukan untuk pemerintah agar lebih baik ke depannya.
"Tanpa kritik, semua yang kita lakukan baik ekonomi, politik, dan sosial, itu harus juga mendapat masukan dari publik," katanya.
Fadjroel kembali menegaskan, publik boleh menyampaikan masukannya, asal disampaikan dengan hati-hati.
Ia juga menyampaikan, kritik yang disampaikan secara akademis dan logis, berbeda dengan fitnah, atau pencemaran nama baik.
"Tapi tetap hati-hati, karena kritik secara akademis, secara logis, harus dibedakan dengan fitnah, ataupun pencemaran," ungkapnya.
Sebelumnya, Rocky Gerung menyebut Presiden Jokowi tak paham Pancasila
Pernyataan Rocky Gerung itu menimbulkan pro dan kontra, karena dianggap menghina Presiden Jokowi.
Pernyataan kontroversial tersebut disampaikan Rocky Gerung saat hadir dalam acara Indonesia Lawyers Club, Selasa (3/12/2019).
Rocky Gerung mennyebut pernyataan Pancasila sebagai ideologi negara, baginya tidak masuk akal.
Sebab, yang berideologi adalah orang atau individu yang mempunyai keyakinan hidup.
"Jadi negara yang berideologi itu dua kali ngaco," kata Rocky Gerung, dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club.
Mantan dosen Filsafat UI itu menolak pernyataan ideologi Pancasila yang sudah final.
"Di mana finalnya? Kalau udah final artinya potensial pikiran manusia itu berhenti. Udah ada di akhirat itu yang namanya final," ujarnya.
"Saya bahkan ingin mengatakan, Pancasila itu sebagai ideologi gagal karena bertentangan sila-silanya tuh," sambungnya.
Ia mengungkapkan pernah menulis risalah yang dimuat di majalah Prisma.
Rocky membahas Pancasila bukanlah suatu ideologi dalam pengertian akademis dan diskursus ideologi.
Dalam tulisannya itu ia menggunakan riset akademis yang kuat dan tajam.
Rocky kemudian menjabarkan beberapa sila dalam Pancasila, di antaranya yang ia sebut adalah sila pertama, kedua, dan kelima.
"Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, mengakui bahwa perbuatan manusia hanya boleh bermakna kalau diorientasikan ke langit,"
"Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan beradab, apa dalilnya bahwa saya boleh berbuat baik tanpa perlu menghadap langit. Itu namanya humanisme itu. Kalau saya berbuat baik dengan pahala masuk surga, artinya kemanusiaan saya itu palsu,"
Pada sila kelima, Rocky tampak mempertanyakan dalam dialektikanya tentang asal daripada teori keadilan sosial.
"Sila kelima, Keadilan sosial. Versi siapa itu keadilan sosial? liberalisme? libertalisme? libertarianisme?"
Lalu, ia berpendapat tidak ada final dari sila kelima, sehingga dapat disisipi dengan paham yang lain.
"Orang boleh isi sila kelima itu dengan marxisme, boleh aja. Diisi dengan Islamisme, boleh aja. Karena nggak ada satu keterangan final tentang isi dari keadilan sosial," kata sang pengamat politik tersebut.
Ia juga tampak menyindir pemerintah Indonesia yang tidak menerapkan prinsip dari pada sila kelima.
"Pemerintah melanggar lingkungan itu sudah bertentangan dengan Pancasila dengan keadilan sosial karena merampas hak tanah yang harusnya dibagikan pada rakyat," ungkapnya.
Rocky menyinggung jika ada yang ingin menilai dirinya atas pernyataannya yang mengaku tidak Pancasilais maka haruslah orang betul-betul yang sudah Pancasilais.
"Jadi di awal tadi saya katakan, saya tidak Pancasilais. Siapa yang berhak menghukum saya atau mengevaluasi saya? Harus orang yang sudah Pancasilais, siapa di Indonesia? Nggak ada tuh,"
"Jadi sekali lagi, polisi Pancasila atau presiden juga nggak ngerti Pancasila kan?" lanjutnya menyinggung presiden berdasarkan argumen tentang Pancasila sebelumnya.
"Dia hafal tapi dia nggak paham. Kalau dia paham dia nggak berhutang itu, kalau dia paham dia nggak naikin BPJS, kalau dia paham dia nggak melanggar lingkungan," jelas Rocky menegaskan.
Rocky berharap, agar akhir tahun ini ada semacam resolusi, bahwa behentilah bertengkar ideologi.
"Karena negara yang ngotot punya ideologi cuman 2, fasisme dan komunisme," pungkas Rocky.
(Tribunnews.com/Nuryanti/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)