"Bagi saya UN diubah enggak apa-apa. Sebab dulu itu kan adanya UN juga dari perubahan," ujar Muhadjir, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Muhadjir mengungkapkan, apapun namanya tidak masalah karena yang terpenting adalah isi dari kebijakan tersebut.
Disinggung terkait rencana implementasi pengganti UN akan terjadi pada pertengahan jenjang pendidikan, Muhadjir mengaku hal itu merupakan hal baik.
"Karena selama ini kan yang menjadi evaluasi sistem UN adalah ketika hasilnya diumumkan, sekolah dan guru tidak bisa lagi memberikan treatment untuk siswa," ujarnya
"Maka kalau pengganti UN nanti dilaksanakan di tengah-tengah (kelas 4,8,11) akan bagus sebab bisa digunakan untuk perbaikan guru maupun sekolah," imbuh Muhadjir.
Di sisi lain, Wakil Presiden Ma'ruf Amin juga setuju perihal penghapusan UN namun dengan satu syarat.
Yakni harus adanya alat ukur yang efektif.
Hal ini sangat penting untuk dijadikan penilaian terutama dalam pengembangan kualitas disekolah berbagai daerah.
Ma'ruf Amin menilai sistem pengganti UN yang diterapkan harus dapat mengukur kompetensi siswa secara nasional.
"UN itu kan alat ukur, untuk mengukur standar kemampuan anak didik dari berbagai tingkatan, kalau akan mengganti UN harus ada alat ukur yang efektif," ujar Ma'ruf Amin.
"Yang dapat mengukur tingkat standar daripada pendidikan di masing-masing daerah," imbuhnya.
Disinggung terkait asesmen, Ma'ruf Amin mengaku belum mengetahui perihal tersebut.
"Saya belum tahu itu (asesmen), nanti akan diuji apa memang itu akan bisa dijadikan alat ukur," ungkapnya.
Sementara itu, penolakan datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).