Lebih lanjut dijelaskan bahwa memori dan kognitif adalah dua hal yang berlainan.
"Untuk menilai aspek kognitifpun belum mantap. Karena bukan kognitif yang dites. Tapi aspek memori. Memori dan kognitif adalah dua hal yang berbeda. Bahkan tidak menyentuh karakter, values dari anak tersebut yang saya bilang bahkan sama penting atau lebih penting dari kemampuan kognitif," jelasnya, dilansir Kompas.com.
Penilaian asesmen kompetensi minimum ini dapat memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimumnya masing-masing.
Adapun materi dari asesmen kompetensi minimum adalah literasi dan numerasi.
Nadiem menjelaskan literasi bukanlah hanya kemampuan membaca.
"Literasi adalah kemampuan menganalisa suatu bacaan. Kemampuan mengerti atau memahami konsep di balik tulisan tersebut. Itu yang penting," terang dia.
Sedangkan numerasi adalah kemampuan menganalisa untuk menggunakan angka-angka dalam matematika.
"Yang kedua adalah numerasi, yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitungan di dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," jelas Nadiem.
Adapun survei karakter merupakan penilaian kepada siswa tentang penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara di lingkungan sekolah.
Menurut Nadiem, dari penanaman nilai-nilai Pancasila itu akan diketahui kondisi siswa baik dari lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga.
Ia menuturkan dari survei karakter ini akan dilihat apakah diberikan ajaran yang tidak toleran atau telah diberikan kesempatan untuk beropini.
Selain soal penghapusan ujian nasional, Nadiem juga membahas soal sistem zonasi dan persiapan pelaksanaan anggaran tahun 2020.
Dikutip dari rilis resmi Kemendikbud dalam Kompas.com, Nadiem juga akan mengubah bentuk dan format Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2020.
Adapun konsep program "Merdeka Belajar" yang dicanangkan Nadiem Makarim untuk tahun 2021 mendatang sebagai berikut.