News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan Ujian Nasional

Revisi UN, Kabiro Komunikasi Kemendikbud: Kami dan Komisi X DPR Akan Merumuskan & Lakukan Redesain

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tangkap Layar YouTube KompasTV Kabiro Komunikasi Kemendibud Ade Erlangga Masdiana

TRIBUNNEWS.COM - Revisi Ujian Nasional (UN) yang dicetuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mendapat dukungan.

Dukungan tersebut datang dari Kabiro Komunikasi Kemendibud Ade Erlangga Masdiana.

Ade Erlangga menegaskan akan bersama-sama dengan Komisi X DPR RI memastikan revisi UN adalah kebijakan baru.

"Selanjutnya, kami akan rumuskan bersama-sama, dan redesain," tutur Ade Erlangga yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (14/12/2019).

Ia menambahkan, terkait rumusan dan desain ulang tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai tolak ukur.

Tolak ukur itu tentunya untuk melakukan perubahan-perubahan pendidikan ke depan.

Jusuf Kalla Menolak Revisi UN

Namun, kebijakan baru dari Nadiem ini juga mendapat penolakan.

Penolakan tersebut datang dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Baca: Minta Mendikbud Serahkan Cetak Biru Pengganti UN, Komisi X DPR: Tak Seperti Beli Kucing dalam Karung

Jusuf Kalla menyampaikan kebijakan penghapusan UN bukanlah langkah yang tepat.

“Jangan menciptakan generasi muda yang lembek,” ujar JK dilansir YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019).

Ia menuturkan ujian nasional seharusnya menjadi bagian penting dari sebuah proses pembelajaran.

“UN tetap pentinglah itu, semua harus belajar,” tandas Jusuf Kalla.

Dalam hal itu, JK menganggap penghapusan Ujian Nasional dapat membuat semangat belajar siswa menurun.

Dirinya berpandangan adanya penghapusan UN nantinya akan membuat siswa tidak bekerja keras.

Komentar pun tak banyak dilontarkan Jusuf Kalla yang menyatakan akan menjelaskan di kemudian hari.

"Itu penting, nantilah kita bicarakan," ungkapnya.

Baca: Tak Ada Satupun Fraksi Menentang Penghapusan UN

Pada tahun 2021, UN akan dihapus dan diganti dengan Asesmen Kompetensi Mininum dan Survei Karakter.

 Tanggapan Komisi X Fraksi PKS 

Kebijakan terbaru dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) soal Merdeka Belajar disorot oleh Komisi X DPR dari Fraksi PKS, Ledia Hanifa.

Kebijakan yang disorot oleh Ledia yakni soal rencana revisi Ujian Nasional (UN).

UN yang direvisi itu kemudian akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimal dan Survei Karakter.

Diungkapkan oleh Ledia, beberapa hal membuat rancu untuk memahami tujuan penghapusan UN.

"Apakah kemudian semua insfrastrukturnya sudah siap? Guru-guru yang melakukan asesmen itu sudah siap?," tutur Ledia yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Ia juga mempertanyakan soal komptensi dasar minimal apa yang akan diambil.

Menurutnya, tiga hal tersebut belum terjawab secara detail.

Politisi PKS tersebut mempertanyakan pula soal asesmen.

Mengingat ada berbagai hal yang berkembang, dan ia menegaskan kembali sampai sekarang detail untuk asesmen itu belum diselesaikan.

Baca: Nadiem Ganti Sistem UN Jadi Asesmen Kompetensi, DPR: Harus Ada instrument yang Jamin Objetivitas

"Betul masing-masing daerah punya muatan lokal. Tetapi, kalau untuk hal-hal seperti ini harus ada minimum dasar secara nasional," ujarnya.

Tanggapan Buya Syafii Maarif

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif tanggapi soal kebijakan Merdeka Belajar.

Ia menghimbau agar Mendikbud tidak tergesa-gesa memutuskan.

"Jangan tergesa-gesa, dikaji ulang secara mendalam," tutur Buya Syafii melalui tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Mantan Ketum PP Muhammadiyah tersebut mengaku mengkhawatirkan minat belajar siswa.

Menurutnya, apabila pelaksanaan UN benar-benar diganti, dapat membuat siswa tidak belajar dengan sungguh-sungguh.

Ia juga menuturkan program Asesmen Kompetensi Minimun dan Survei Karakter itu harus ditinjau dari segala perspektif.

"Harus hati-hati. Tidak segampang itu. Dimana-mana Ujian Sekolah ada," katanya.

Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

Nadiem Makarim menjelaskan pengertian dari program pengganti Ujian Nasional yaitu Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter,

Menurut Nadiem, program pengganti itu tengah dibahas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Namun, sudah ditentukan, pelaksanaan program tersebut akan berbasis komputer.

"Secara teknis, detailnya kita sedang membahas, tapi sudah pasti akan dilaksanakan melalui komputer," ujar Nadiem saat Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, yang Tribunnews kutip  dari YouTube Kompascom Reporter on Location,  Rabu (11/12/2019).

Pelaksanaan berbasis komputer tersebut, menurutnya itu berdasarkan standar nasional yang sudah ditentukan.

"Apapun dalam standar nasional itu computer based," lanjutnya.

Program pengganti UN itu, Nadiem mengatakan sebagai gerakan Kemendikbud ke depan.

Selain itu, program baru tersebut akan menjadi tugas ke depan Kemendikbud untuk membantu semua siswa di Indonesia dapat mengoperasikan komputer.

"Jadi itu adalah gerakan kita, PR kita selama satu tahun ke depan ini adalah memastikan semua murid itu bisa (menggunakan)," jelasnya.

Alasannya, menurut Nadiem, masih ada siswa dibeberapa daerah yang belum bisa mengoperasikan komputer.

"Karena beberapa di daerah kan belum bisa," jelasnya.

Sehingga tugas tersebut, akan dituntaskan Nadiem Makarim bersama Kemendikbud pada tahun ini.

"Jadi itu harapannya harus kita tuntaskan tahun ini," tambah Nadiem.

Nadiem Makarim mengatakan, penggantian UN tersebut dianggap kurang ideal untuk mengukur prestasi belajar siswa.

Nadiem juga menyebut, materi dalam ujian nasional juga terlalu padat.

Menurutnya, materi yang padat tersebut mengakibatkan siswa cenderung berfokus pada hafalan materi dan bukan kompetensi.

"Ini sudah menjadi beban stres antara guru dan orang tua. Karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ungkap Nadiem.

Nadiem menjelaskan, semangat UN itu untuk mengasesmen sistem pendidikan, baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.

Sehingga, ia menjelaskan, UN hanya menilai satu aspek, yakni kognitifnya.

Malah menurutnya, belum menyentuh seluruh aspek kognitifnya, tapi lebih kepada penguasaan materi.

"Belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik," tambah Nadiem.

Orangtua Siswa Khawatir Minat Belajar Anak Menurun

Kebijakan Nadiem Makarim soal penghapusan Ujian Nasional (UN) ditanggapi banyak pihak.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut baru saja mengeluarkan kebijakan baru, yakni empat pokok Merdeka Belajar.

Penghapusan UN merupakan satu di antara empat kebijakan tersebut.

Menanggapi kabar tersebut, orangtua siswa turut buka suara.

Pasalnya, saat diadakan UN saja menurut orangtua, minat belajar siswa masih kurang.

"Minat belajar itu masih kurang, jadi mereka menyepelekan," tutur orangtua siswa yang Tribunnews kutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Kamis (12/12/2019).

Salah seorang ibu yang diwawancarai Kompas TV mempertanyakan apa yang akan terjadi apabila UN tidak ada.

"Takutnya sih, minat belajar anak menjadi kurang," jelasnya.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini