News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penghapusan Ujian Nasional

Nadiem Makarim Jelaskan Literasi dan Numerasi, 2 Aspek Asesmen Kompetensi Pengganti Ujian Nasional

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Whiesa Daniswara
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Ujian Nasional Bersama Komputer (UNBK).

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan asesmen kompetensi pengganti Ujian Nasional (UN).

Hal itu diungkapkan Nadiem dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Kamis (12/12/2019), dilansir Youtube Kompas TV.

Nadiem menjelaskan asesmen kompetensi merupakan daya analisa dari suatu konteks informasi.

"Murid harus melakukan analisa berdasar informasi itu," ucapnya.

Nadiem kemudian menjelaskan dua topik dalam asesmen kompetensi, literasi dan numerasi.

"Literasi, yaitu bukan kemampuan membaca, namun kemampuan memahami konsep bacaan."

"Yang kedua adalah numerasi, yaitu bukan kemampuan menghitung, tapi kemampuan mengaplikasikan konsep hitung berhitung dalam suatu konteks yang abstrak atau yang nyata," jelas Nadiem.

Nadiem menyebut asesmen kompetensi sulit diajarkan di bimbingan belajar (bimbel).

"Konten dari asesmen kompetensi sangat sulit 'dibimbelkan'," ujar Nadiem

Bak pengajar, Nadiem menekankan paparannya kepada anggota DPR.

"Ngerti perbedaannya ya bapak ibu? Ini merupakan suatu kompetensi fundamental," ujar pendiri Gojek tersebut.

Nadiem mengungkapkan literasi dan numerasi merupakan kompetensi dasar untuk mempelajari banyak hal.

"Karena ini merupakan dua area fundamental dimana semua mata pelajaran itu hanya bisa mencapai pembelajaran yang riil kalau dia bisa memahami logikanya literasi dan numerasi."

"Jadi ini merupakan kompetensi inti untuk bisa belajar apapun," ungkapnya.

Sementara itu Nadiem juga menjelaskan keputusan diambil Kemendikbud memiliki dasar.

"Mohon diyakinkan Kemendikbud tidak akan membuat keputusan seperti ini tanpa ada basis dan standarnya."

"Kita telah menarik inspirasi dari berbagai macam asesmen dari seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia," ujarnya.

Didukung KPAI

Sementara itu kebijakan penghapusan UN juga mendapat dukungan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

KPAI menilai UN sudah menjadi momok bagi para siswa di Indonesia.

Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, menyambut baik rencana pemerintah tersebut pun disambut baik KPAI.

"UN sudah jadi momok, hapus saja!" ujarnya kepada Kompas.com, Rabu (11/12/2019), dilansir Kompas.com.

Retno menyebut dampak penghapusan UN akan berpengaruh pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang di sebagian daerah masih menggunakan nilai UN sebagai tolok ukur.

Dikatakannya, masih banyak daerah yang menerapkan PPDB berpatokan pada nilai UN, seperti Provinsi DKI Jakarta.

"Kebijakan penghapusan UN dan tetap mempertahankan evaluasi tapi tidak di kelas ujung patut diapresiasi, tetapi akan lebih baik jika sampling," kata dia.

Guru Jadi Kunci

Lebih lanjut, Retno menyebut penghapusan UN akan sulit diterapkan jika cara mengajar guru di Indonesia tidak berubah.

Retno mengungkapkan dalam 25 tahun terakhir, guru masih mengedepankan metode menghafal dari pada budaya nalar dan budaya baca.

Guru yang tidak punya budaya membaca tidak akan bisa diandalkan sebagai ujung tombak perubahan.

"Guru berkualitas, siswanya juga berkualitas. Kalau para guru dan siswa berkualitas, maka sekolah pasti berkualitas. Jadi kuncinya di guru," kata dia.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti. (KOMPAS.com/ERWIN HUTAPEA)

Tanggapan Ikatan Guru Indonesia

Kebijakan penghapusan UN oleh Nadiem Makarim mendapat tanggapan dari sejumlah pihak.

Ikatan Guru Indonesia (IGI) menilai UN selama ini lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya.

Meski sudah dipastikan UN dengan sistem yang sudah berjalan ini tidak akan lagi digunakan pada 2021, hal itu disesalkan IGI.

Pasalnya, IGI menilai hendaknya sudah mulai dihapus sejak tahun 2020.

Hal itu diungkapkan Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), M Ramli Rahim, dilansir Tribun Timur.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim (Tribun Timur/Amiruddin)

“Penghapusan Ujian Nasional mulai tahun 2021 sesungguhnya sudah sangat terlambat. Ujian nasional sudah seharusnya dihapuskan mulai tahun 2020 ini."

"Mengapa? Karena Ujian Nasional selama ini lebih banyak mudaratnya dibanding manfaatnya bahkan kita tidak menemukan manfaat sama sekali dari Ujian Nasional,” jelas Ramli Rahim.

Ramli Rahim menyebut, adanya UN mengakibatkan siswa dan para guru berfokus pada menghadapi UN dibanding pada melatih kemampuan siswa.

Ramli Rahim mengungkapkan sistem UN selama ini mengakibatkan anggapan UN jauh lebih penting daripada bakat, kemampuan nalar, kemampuan sosial dan kepribadian, serta kemampuan dasar siswa.

“Ujian nasional selama ini hanya menghidupkan bimbingan bimbingan belajar dan dengan demikian tes di sekolah-sekolah. Bimbingan-bimbingan ini tentu saja bukan melatih siswa agar memiliki kemampuan nalar yang baik, bukan pula melatih siswa memiliki kemampuan analisa yang tinggi,” jelas Ramli Rahim.

Anggaran Begitu Besar

Lebih lanjut, Ramli Rahim menilai UN membutuhkan anggaran yang sangat besar.

Meskipun, UN tak lagi menggunakan kertas dalam penyelenggaraannya.

Ramli Rahim menyebut tahun 2019 Kemendikbud masih menganggarkan Rp 210 miliar untuk UN.

"Andai saja Rp 210 miliar ini digunakan untuk pengangkatan guru, pemerintah akan mampu mengangkat 3.500 guru dengan pendapatan rata-rata Rp 5 juta per bulan," ungkap Ramli Rahim.

Selain anggaran dari pemerintah, Ramli Rahim menilai banyak anggaran yang harus dikeluarkan pihak peserta didik untuk menghadapi UN.

"Bisa dibayangkan, berapa banyak uang yang dikeluarkan oleh orangtua siswa untuk mempersiapkan anaknya menghadapi Ujian Nasional yang tidak banyak berguna itu,” kata Ramli Rahim.

Diketahui, Mendikbud Nadiem Makarim menegaskan UN 2020 tetap dilaksanakan seperti tahun-tahun sebelumnya.

Mengutip Kompas.com, dari segi mekanisme, UN 2020 tidak mengalami perubahan.

UN 2020 menjadi UN terakhir dengan sistem yang sudah berlaku.

Pada 2021, UN akan diganti dengan asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Tribun-Timur.com/As Kambie) (Kompas.com/Deti Mega Purnamasari/Ihsanuddin)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini