"Agar pengawasannya efektif, kemudian direksi itu menjadi komisaris di sana," jelas Refly.
Selain itu, menurut Refly, rangkap jabatan itu juga dimaksudkan agar efisien.
"Juga agar efisiensi, karena kalau komisarisnya dari luar, kan harus 100% dibayarnya," ungkapnya.
Refly melanjutkan, posisi direksi yang merangkap jabatan komisaris itu, biasanya posisinya disilang, agar tidak terjadi konflik kepentingan.
"Tetapi biasanya disilang, biar nggak ada conflict of interest," ungkapnya.
"Misalnya direksi A membawahi perusahaan B, maka dia tidak boleh menjadi komisaris di sana," jelas Refly.
Refly Harun menduga ada upaya untuk menambah pendapatan dari rangkap jabatan tersebut.
"Saya sebenarnya setuju kalau ini dibatasi," ujar Refly Harun.
"Saya kadang-kadang curiga juga, ini pintu samping bahkan pintu belakang untuk menambah pendapatan," jelasnya.
Refly Harun mengungkapkan, dari rangkap jabatan yang dilakukan oleh direksi perusahaan induk, dengan menjadi komisaris di anak perusahaan, maka direksi mendapat tambahan pendapatan sebesar 30%.
"Jadi pendapatan direksi itu bertambah 30%," ungkapnya.
"Jika total pendapatan dia sebagai direksi Rp 200 juta, maka sebagai komisaris di anak perusahaan berapapun jumlahnya, dia akan mendapat 30% saja," jelas Refly.
Refly kemudian menyinggung pemilihan Ahok dan Chandra Hamzah menjadi komisaris utama perusahaan BUMN.
Menurutnya, pemilihan kedua sosok itu bertujuan untuk memperkuat peran komisaris di perusahaan induk.