TRIBUNNEWS.COM - Acara Djakarta Warehouse Project (DWP) kembali menuai kontroversi.
Sebelumnya ada unjuk rasa dari sejumlah organisasi masyarakat (ormas) untuk mencabut izin penyelenggaraannya.
Dikutip dari Kompas.com, unjuk rasa terjadi pada 11-12 Desember 2019 di Gedung Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Unjuk rasa dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo).
Mereka menilai acara DWP hanya agenda kemaksiatan dan "ajang dugem" semata.
"Kami hanya ingin jangan sampai cuma Alexis yang ditutup. Kemudian DWP ini sebagai langkah awal untuk memulai ajang kemaksiatan yang selanjutnya," ucap Koordinator Aksi Abdurrahman.
Setelahnya pada Kamis (12/12/2019) ormas bernama Gerakan Pemuda Islam (GPI) mengikuti jejak Geprindo.
Mereka melakukan aksi dengan tuntutan yang sama, supaya Pemda DKI mencabut izinnya.
Massa membawa spanduk bertuliskan "Gubernur pilihan umat pro maksiat, tolak konser maksiat DWP 2019".
Komandan Gerakan GPI Irwan AHN mengatakan bahwa Anies pro terhadap maksiat jika tak membatalkan DWP.
Baca: Ketua PA 212 Akan Tegur Anies soal Penghargaan Diskotek, Yunarto Wijaya : Pecah Kongsi Sama GNPF?
"Gubernur kebanggaan kita pro maksiat. Membiarkan 1.000 orang yang datang ke DWP untuk berbuat maksiat," ucap Irwan dari atas mobil komando.
Meski begitu acara DWP tetap diselenggarakan pada 13-15 Desember 2019 dan berakhir meriah.
Namun fakta lain datang dari ormas Front Pembela Islam (FPI) soal penyelenggaran DWP.
FPI mengaku menemukan kondom dan minuman keras dalam acara tersebut.