TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Medio 2019 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tercatat sudah mencokok sembilan kepala daerah lewat gelaran operasi tangkap tangan (OTT).
KPK sempat merilis data per 7 Oktober 2019 bahwa terdapat tujuh kepala daerah yang ditangkap sejak Januari 2019. Namun, setelahnya tercatat dua kepala daerah lagi yang diciduk lembaga antirasuah KPK.
1. Bupati Mesuji Khamami
Pada tanggal 23 Januari 2019, KPK menangkap Bupati Mesuji Khamami. Saat itu, KPK turut mengamankan uang sebesar Rp1,28 miliar dalam pecahan Rp100 ribu yang dimasukkan ke dalam kardus air mineral.
KPK pun mengumumkan Khamami bersama empat tersangka lainnya, yakni Taufik Hidayat dari unsur swasta yang juga adik dari Khamami, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Mesuji, Lampung, sekaligus pejabat pembuat komitmen (PPK) Wawan Suhendra, pemilik PT Jasa Promix Nusantara dan PT Secillia Putri Sibron Azis, dan Kardinal dari swasta.
Khamami menerima suap senilai Rp1,58 miliar sebagai fee proyek sebesar 12 persen dari total nilai proyek yang diminta Sibron melalui Wawan.
Pada tanggal 5 September 2019, Khamami pun telah divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang Bandarlampung atas perkara fee proyek di Dinas PUPR Kabupaten Mesuji.
2. Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi
Selanjutnya, pada tanggal 30 April 2019, giliran Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip yang ditangkap. KPK saat itu turut mengamankan barang mewah dengan nilai total Rp513.855.000.
Barang-barang mewah yang diamankan, yakni handbag channel senilai Rp97.360.000, tas Balenciaga Rp32.995.000, jam tangan Rolex Rp224.500.000, anting berlian Adelle Rp32.075.000, dan cincin berlian Adelle Rp76.925.000. Selain itu, juga diamankan uang tunai sebesar Rp50 juta.
KPK kemudian menetapkan Sri bersama Benhur Lalenoh seorang tim sukses dari Bupati dan juga pengusaha dan Bernard Hanafi Kalalo seorang pengusaha sebagai tersangka kasus suap pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara.
Sri pun telah dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/11/2019).
3. Gubernur Kepri Nurdin Basirun
Kepala daerah ketiga yang ditangkap adalah Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun pada tanggal 10 Juli 2019. Dari sebuah tas di rumah Nurdin, KPK turut mengamankan uang sejumlah 43.942 dolar Singapura, 5.303 dolar AS, 5 euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal, dan Rp132.610.000.
KPK pun menetapkan Nurdin bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Budi Hartono, dan Abu Bakar dari unsur swasta sebagai tersangka kasus suap izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau kecil di Kepulauan Riau (Kepri) pada tahun 2018/2019.
Nurdin pun saat ini tengah menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada sidang perdana yang digelar pada Rabu (4/12/2019), Nurdin didakwa terima suap 11.000 dolar Singapura dan Rp45 juta serta gratifikasi sebesar Rp4,22 miliar.
4. Bupati Kudus Muhammad Tamzil
Berikutnya, pada tanggal 26 Juli 2019, Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang diciduk KPK. Adapun barang bukti yang diamankan tim KPK dari kegiatan tangkap tangan ini berupa uang tunai sebesar Rp170 juta.
Tamzil pun ditetapkan sebagai tersangka bersama Agus Soeranto yang merupakan staf khususnya dan Plt Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan terkait dengan kasus suap pengisian perangkat daerah di lingkungan Pemkab Kudus, Jawa Tengah, pada tahun 2019.
Atas penetapan sebagai tersangka oleh KPK, Tamzil pun sempat mengajukan praperadilan di PN Jakarta Selatan. Namun, hakim tunggal Sudjarwanto dalam putusannya pada hari Selasa (1/10/2019) menolak permohonan praperadilan Tamzil.
5. Bupati Muara Enim Ahmad Yani
Pada tanggal 2 September 2019, KPK menangkap Bupati Muara Enim Ahmad Yani. Dalam OTT, KPK juga mengamankan uang 35.000 dolar AS yang diduga sebagai bagian dari fee 10 persen yang diterima Ahmad Yani dari Robi Okta dari unsur swasta atau pemilik PT Enra Sari.
KPK pun akhirnya menetapkan tiga tersangka terkait dengan kasus suap proyek-proyek pekerjaan di lingkungan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, yaitu Ahmad Yani dan Kepala Bidang pembangunan jalan dan PPK di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin Muhtar sebagai penerima suap, sedangkan Robi sebagai pemberi suap.
6. Bupati Bengkayang
Kemudian berselang sehari, Bupati Bengkayang Suryadman Gidot yang terjaring OTT. KPK turut mengamankan barang bukti berupa handphone, buku tabungan, dan uang sebesar Rp336 juta dalam bentuk pecahan Rp100 ribu.
Suryadman pun bersama enam orang lainnya kemudian ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan proyek pekerjaan di Pemerintah Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bengkayang Aleksius serta lima orang pihak swasta masing-masing Rodi, Yosef, Nelly Margaretha, Bun Si Fat, dan Pandus.
7. Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara
Sebulan kemudian tepatnya pada tanggal 6 Oktober 2019, KPK menangkap Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara. Dalam OTT, KPK menemukan barang bukti uang Rp200 juta sudah diserahkan kepada Agung, kemudian diamankan dari kamarnya.
KPK pun menetapkan Agung bersama lima orang lainnya sebagai tersangka kasus suap terkait dengan proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara, yaitu Raden Syahril orang kepercayaan Agung, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin, Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri, serta dua orang dari unsur swasta masing-masing Chandra Safari dan Hendra Wijaya Sale.
8. Bupati Indramayu Supendi
Pada tanggal 14 Oktober 2019, giliran Bupati Indramayu Supendi yang terjaring OTT. Dalam OTT, KPK juga mengamankan uang Rp100 juta dari Supendi yang berasal dari Kepala Desa Bongas Kadir dan Rp50 juta lainnya yang direncanakan akan digunakan untuk membayar gadai sawah.
KPK pun menetapkan Supendi bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus suap pengaturan proyek di lingkungan Pemerintah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada tahun 2019, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Omarsyah, Kepala Bidang Jalan di Dinas PUPR Kabupaten Indramayu Wempy Triyono, dan Carsa AS dari unsur swasta.
9. Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin
Selang sehari, 15 Oktober 2019, KPK menciduk Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin. KPK kemudian menetapkan Dzulmi sebagai tersangka bersama Kepala Dinas PUPR Kota Medan Isa Ansyari dan Kepala Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar.
Dzulmi ditetapkan sebagai tersangka setelah diamankan OTT di Medan bersama dengan Syamsul Fitri Siregar, Isa Ansyari, ajudan Wali Kota Medan Aidiel Putra Pratama, dan Sultan Sholahuddin pada hari Selasa (15/10/2019). Dalam perkara ini, Dzulmi diduga menerima sejumlah uang dari Isa Ansyari.
Pertama, Isa memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada tanggal 18 September 2019, Isa juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada Dzulmi.
Pemberian kedua terkait dengan perjalanan dinas Dzulmi ke Jepang yang juga membawa keluarganya.
Peringatan KPK Buat Kepala Daerah
Terkait dengan banyaknya kepala daerah yang ditangkap, mantan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan menyatakan lembaganya tidak akan lelah mengingatkan kepada seluruh kepala daerah, satuan kerja perangkat daerah, inspektorat daerah, pihak rekanan pemerintah daerah, dan seluruh pihak yang terlibat dalam pengadaan dan/atau pengerjaan proyek di daerahnya untuk menjalankan semua proses dengan cara-cara yang benar dan berintegritas.
Baca: Nurul Ghufron: 6 Jabatan di Struktural KPK Masih Kosong Termasuk Juru Bicara
Menurut dia, paktik kotor seperti korupsi dalam pengadaan sudah dapat dipastikan akan merusak upaya pemerintah dalam pembangunan yang merata di seluruh Indonesia.
Sementara itu, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah pernah menyebut bahwa OTT tidak disukai oleh pejabat korup karena sifatnya yang seketika terjadi tanpa bisa diperkirakan oleh mereka. Bahkan, penyidikan hingga persidangan juga cepat dan terukur.
"Kesempatan menghilangkan atau mengaburkan bukti juga lebih sulit," ucap Febri.