TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi kinerja Polri karena telah berhasil menangkap 2 pelaku kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan.
"Sekarang pelakunya sudah tertangkap. Ya kita sangat menghargai, mengapresiasi apa yang sudah dikerjakan oleh Polri," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Senin (30/12/2019).
Ia juga berharap agar publik ikut menagawal kasus ini dan tidak mengeluarkan spekulasi yang negatif.
"Tetapi yang paling penting kawal bersama. Jangan sampai ada spekulasi-spekulasi yang negatif. Ini kan baru pada proses awal penyidikan dari ketemunya pelaku itu. Nanti kita ikuti terus dikawal terus dan benar-benar apa yang menjadi harapan masyarakat itu ketemu," ungkapnya.
Presiden ke-7 ini menambahkan agar publik memberikan kesempatan kepada Polri untuk membuktikan bahwa 2 pelaku yang ditangkap merupakan pelaku dari kasus ini.
"Semua mengawasi, apapun yang paling penting kawal semua bareng-bareng. Mengawal agar peristiwa itu tidak terulang lagi yang paling penting itu. Jangan sebelum ketemu ribut, setelah ketemu ribut. Berikan kesempatan untuk Polisii membuktikan bahwa itu benar-benar pelaku. Motifnya apa semuanya. Jangan ada spekulasi terlebih dahulu," tegasnya.
Sementara itu, Tim Kuasa Hukum Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana menganggap proses pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan terlalu lama.
Menurutnya hal ini tidak logis karena Polri sudah mempunyai saksi, barang bukti hingga rekaman cctv.
"Polisi terlalu lama menyentuh sampai 990 hari ini tidak logis. Padahal CCTV-nya ada, saksinya ada dan barang buktinya ada. Bahkan polisi sudah membuat 2 tim khusus yang menangani kasus Novel toh juga tidak ada perkembangan yang signifikan," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Sabtu (28/12/2019).
Ia menambahkan jika publik harus benar-benar mengawasi perkembangan kasus ini jika melihat kinerja Polri yang terlalu lama mengungkapnya.
Hal ini dikarenakan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melihat ada abuse of power atau penyalahgunaan wewenang dalam pengungkapan kasus ini.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) ini berharap Polri dapat mendalami motif dari pelaku melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.
BACA JUGA : Kuasa Hukum Novel Tanggapi Soal Teriakan Pelaku yang Sebut Kliennya Pengkhianat
"Selain itu, bagaimana Polisi bisa mendalami dan publik menunggu apa sebenarnya motif dari yang bersangkutan. Jangan sampai justru kita mendengar nanti motif dendam pribadi yang sangat berbeda dengan apa yang dicatat oleh Komnas HAM," ungkapnya.
Kurnia Ramadhana menganggap jika motif pelaku adalah dendam, harus bisa dibuktikan.
Karena Novel adalah penyidik KPK yang menangani kasus korupsi besar seperti kasus simulator SIM, KTP elektronik, kasus suap Akil Mochtar dan lain-lain.
"Sehingga ini yang menimbulkan niat dari pelaku memang tidak senang dengan kerja kerja KPK. Dan yang ingin menyerang Novel agar dia tidak bisa maksimal dalam bekerja," imbuhnya.
Sebelumnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan menaggapi penangkapan dua pelaku penyiraman air keras terhadap dirinya.
Menurutnya ini adalah langkah positif yang dilakukan kepolisian terkait pengungkapan kasus.
BACA JUGA : Pengamat Intelijen: Penyerang Novel Terpanggil Jiwa Korsa
Tapi mengenai alasan pelaku melakukan penyiraman air keras, Novel justru menganggapnya sebagai lelucon.
"Tentunya di satu sisi saya melihat positif ketika ada upaya pengungkapan. tapi disisi lain ketika dikatakan bahwa terkait dengan masalah pribadi dengan saya, saya kira ini lelucon apalagi," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Sabtu (28/12/2019).
Ia menambahkan akan lebih baik jika dipertemukan langsung oleh pelaku untuk mengetahui motif melakukan penyiraman air keras terhadapnya.
"Jadi kalau dibilang ada dendam pribadi emang saya punya utang apa. Saya pikir saya akan lebih baik kalau saya bertemu orangnya langsung," ungkapnya.
Novel juga mengingatkan kepolisian untuk lebih mengutamakan objektifitas dalam pengungkapan kasus ini.
"Saya nggak ingin komentar lebih jauh karena tentunya polisi masih dalam melakukan pemeriksaan kita tentu harus menghormati. Cuma satu hal yang perlu saya garis bawahi jangan sampai objektifitas ditinggalkan," tegasnya.
(Tribunnews.com/Faisal Abdul Muhaimin)