TRIBUNNEWS.COM - Seorang Warga Negara Indonesia (WNI), Reynhard Sinaga, akhirnya divonis seumur hidup oleh Pengadilan Manchester, Inggris, Senin (6/1/2020).
Dilansir dari BBC News Indonesia, Reynhard Sinaga terbukti bersalah atas 159 kasus perkosaaan dan serangan seksual terhadap 48 pria di Inggris.
Tindakan asusila Reynhard tersebut dilakukan selama rentang waktu 2,5 tahun sejak 1 Januari 2015 hingga 2 Juni 2017.
Di antara 159 kasus terdapat 136 kasus perkosaan dengan korban laki-laki yang diperkosa berkali-kali.
Kepolisian Manchester Raya, Mabs Hussain mengatakan terdapat bukti video pemerkosaan yang direkam di dua ponselnya.
Total rekaman tersebut setara dengan menyaksikan 1.500 DVD.
Di sisi lain ditemukan pesan teks yang berisi percakapan Reynhard yang membual tentang kemahirannya menggaet pria "heteroseksual".
"Teguk racun rahasiaku, saya akan membuatmu jatuh cinta," tulis Reynhard.
Obat bius GHB
Menurut jaksa dan polisi, Reynhard melancarkan aksinya dengan memberikan obat bius GHB untuk membuat korban tidak sadar diri.
Tetapi, kepolisian tidak menemukan obat GBH tersebut di apartemen Reynhard.
Sedangkan menurut para pakar di persidangan, para korban mengalami gejala keracunan seperti ciri-ciri menelan GHB atau obat bius.
Diduga GHB obat bius tersebut dicampurkan Reynhard ke dalam minuman atau alkohol saat korban dalam keadaan mabuk.
Awalnya obat bius GBH diproduksi untuk tujuan medis.
GHB ini berupa cairan bening atau bubuk yang tidak berwarna, tidak berbau, dan mudah larut dalam cairan.
Namun, saat ini obat GHB dikategorikan sebagai obat terlarang.
Obat bius GHB ini dalam periode 10 tahun hingga 017 telah menyebabkan 200 kematian di Inggris.
Empat korban di antaranya merupakan tindak pembunuhan berantai oleh Stephen Port di Inggris.
Stephen Port menggunakan obat bius ini untuk melakukan perkosaan terhadap keempat korbannya tersebut.
Sayangnya pemerintah Inggris tidak dapat bertindak lebih lanjut atas penyalahgunaan obat GHB ini.
Menurut pakar forensik dan toksikologi, Dr. Simon Elliott mengatakan efek penggunaan obat GHB tersebut membuat korban tidak ingat dan dapat tidur berjam-jam lamanya.
Selain itu juga membuat kendor tubuh, sehingga memudahkan tersangka Reynhard melangsungkan perkosaan melalui lubang anus.
Sementara lansiran dari Kompas.com, Gamma Hydroxy Butyrate (GHB) merupakan salah satu obat terlarang yang digunakan di Eropa sejak tahun 1990-an.
Pakar adiksi dan peneliti obat-obatan terlarang dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, dr Hari Nugroho, mengatakan obat GHB biasanya digunakan di klub atau tempat hiburan malam.
Ia menambahkan, GHB mengandung zat psikoaktif yang menyerang saraf (neurotransmitter).
Adapun efek penggunaan obat ini akan bereaksi seperti orang meminum alkohol.
Orang yang mengonsumsi obat GHB ini akan mengalami teler, dan membuat badan rileks.
"Kalau digunakan sampai overdosis bisa mengganggu tingkat kesadaran, juga mengganggu pernapasan yang berakibat kematian,” ujar Hari Nugroho.
Menurut Hari, dsalam kasus Reynhard tersebut, penggunaan obat bius GHB sengaja dibuat overdosis.
Akibatnya korban tidak sadarkan diri dan terjadilah pemerkosaan oleh Reynhard.
Hari menyebut penggunaan GHB di Eropa merupakan hal yang cukup biasa terjadi.
Umumnya seorang gay dalam chemsex (chemical sex) mengguakan obat ini untuk pengalaman seksual.
Lebih lanjut, GHB di Eropa menurutnya dapat ditemukan melalui farmasi gelap, sebab GHB adalah barang ilegal.
60 Detik Mendapat Korban
Dalam rekaman CCTV, Reynhard terlihat sering keluar apartemennya pada waktu lewat tengah malam.
Kemudian dalam satu kesempatan ia kembali bersama seorang pria.
Aksinya ini hanya berlangsung dalam waktu 60 detik.
Dalam kejadian ini polisi menyebut Reynhard memiliki 'perilaku predator'.
Reynhard melangsungkan aksinya di apartemennya yang berada di pusat kota Manchester.
Diketahui Reynhard tinggal di apartemen tersebut sejak 2011 hingga ia ditahan pada Juni 2017.
Apartemennya tersebut tak jauh dengan sejumlah klub malam, tempat anak-anak muda berkumpul sembari minum-minman beralkohol.
Sementara proses persidangan Reynhard berlangsung dalam empat tahap pada Juni 2018.
Kemudian berlanjut tahun 2019 berlangsung tiga tahap.
Namun, Pengadilan Manchester baru mengizinkan pemberitaan setelah hukuman dijatuhkan.
Yakni terjadi pada sidang tahap tiga dan empat yang berlangsung Senin (6/1/2020).
Tetapi selama berlangsungnya sidang, Reynhard menyanggah telah membius korban.
Ia bersikukuh memberikan pernyataan yang terjadi dalam aksinya tersebut adalah hubungan seksual suka sama suka dengan korbannya.
Padahal sejumlah video rekaman telah diamankan kepolisian guna barang bukti bahwa Reynhard telah memfilmkan tindakan asusilanya tersebut.
(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwatul Wutsqa)