"Saya enggak salah. Saya meminta maaf kepada warga Sidoarjo," tutur Saiful dengan suara pelan.
Saiful tak ditahan sendiri.
Ia ditahan bersama lima orang yang juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka.
Akan tetapi, lima tersangka yang keluar hampir berbarengan dengan Saiful itu tak ada satupun yang mengucapkan sepatah kata.
KPK menetapkan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah sebagai tersangka penerima suap terkait proyek infrastruktur.
KPK menyita uang Rp1,8 miliar kala mengamankan Saiful dalam operasi tangkap tangan (OTT), Selasa (7/1/2020).
Diduga sebagai penerima suap ialah Saiful Ilah selaku Bupati Sidoarjo, Sunarti Setyaningsih selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, Judi Tetrahastoto selaku pejabat pembuat komitmen Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Sumber Daya Air Kabupaten Sidoarjo, dan Sanadjihitu Sangadji selaku Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan.
Kemudian, tersangka lain sebagai pemberi suap ialah pihak swasta/kontraktor bernama Ibnu Ghopur dan Totok Sumedi.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, para pemberi suap ditahan di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur. Sementara para penerima akan mendekam di Rutan K4 KPK.
"Semua tersangka akan ditahan selama 20 hari pertama," kata Ali ketika dikonfirmasi, Kamis (9/1/2020).
Kembali ke pokok perkara, pemberian suap itu diduga berkaitan dengan sejumlah proyek di Kabupaten Sidoarjo yakni pembangunan Wisma Atlet senilai Rp13,4 miliar, pembangunan Pasar Porong senilai Rp 17,5 miliar, proyek Jalan Candi-Prasung senilai Rp21,5 miliar, dan proyek peningkatan Afv Karang Pucang, Desa Pagerwojo, Kecamatan Buduran, senilai Rp5,5 miliar.
Baca: Donald Trump Mundur dari Konfrontasi Militer dengan Iran
Atas perbuatannya Saiful, Sunarti, Judi, dan Sanadjihitu disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan Ibnu dan Totok disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.