News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Laut Natuna Diklaim China

POPULER: Pengamat Sayangkan Kedatangan Jokowi ke Natuna, Harusnya Cukup Dua Pejabat Ini

Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo meninjau kesiapan kapal perang Usman Harun di Puslabuh TNI AL d Selat Lampa, Natuna, Rabu (8/1/2020). Selain itu Jokowi juga mengadakan silaturahmi dengan para nelayan di Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) Selat Lampa Natuna. TRIBUNNEWS/SETPRES/AGUS SUPARTO

TRIBUNNEWS.COM - Pengamat Militer dan Keamanan Conny Rahakundini Bakrie mengomentari kedatangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Perairan Natuna, Kepulauan Riau pada Rabu (8/1/2020).

Menurut Conny kehadiran Jokowi dinilai suatu reaksi yang berlebihan.

Pernyataan ini ia ungkapkan dalam program 'Primetime News' yang dilansir dari kanal YouTube Metrotvnews, Kamis (9/1/2020).

"Kalau saya lihatnya ini kok reaksi yang overacting ya," ujar Conny.

"Seolah-olah negara ini tidak punya lagi orang yang dikirimkan ke sana," imbuhnya.

"Dan setiap saat ada yang memanas di sana itu Pak Presiden diminta kesana," jelasnya.

Pengamat militer ini mengungkapkan untuk mengirimkan pesan kuat supaya China hengkang dari perairan Natuna, Jokowi tidak perlu harus hadir secara langsung ke Natuna. 

Pengamat militer Conny Rahakundini (YouTube metrotvnews)

"Apalagi pernyataan resmi dari Istana tadi, seolah-olah ini menyatakan bahwa negara hadir untuk bangsanya dan muncullah Presiden di Natuna," ujarnya.

"Saya rasa negara hadir itu tidak harus dengan Presiden hadir," imbuhnya.

"Kasihan sekali yang jadi Presiden Indonesia, setiap ada apa harus dihadirkan," ungkapnya.

Menurut Conny, yang mesti hadir ke Natuna adalah Menteri Luar Negeri dan Bakamla.

Ia pun kemudian menyinggung terkait Undang-Undang Nomor 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE).

Dimana negara lain yang tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan di ZEE Indonesia kecuali memiliki izin dari Pemerintah Indonesia.

"Karena begini kalau kita lihat masalahnya, inikan tentang ZEE. Maka yang tidak boleh dilakukan adalah satu, negara lain tidak boleh mengambil sumber daya yang ada," kata Conny.

"Tidak boleh mengeksplorasi kegiatan baik tenaga air, arus, ataupun angin, tidak boleh membuat menggunakan pulau," imbuhnya.

Presiden Jokowi di Kabupaten Kepulauan Natuna, Rabu (8/1/2020). (HANDOUT)

"Tidak boleh menggunakan penelitian ilmiah di lautan itu dan tidak boleh melakukan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut," jelas Conny.

"Jadi kalau kita lihat tentang pasal tersebut sudah jelas yang harusnya hadir di sana menurut saya cukup Menteri Luar Negeri dan yang kedua adalah Bakamla," tegasnya.

Sehingga sekali lagi, Conny menilai kedatangan Presiden ini dinilai sebagai sesuatu yang berlebihan.

Mengingat masalah yang terjadi di perairan Natuna ini adalah terkait pelanggaran hak berdaulat.

"Perairan Natuna apalagi ZEE, itukan masuk kedalam hak berdaulat ya. Jadi yang musti ke sana sekali lagi, apakah harus presiden gitu?" tanya Conny.

"Kita tu punya presiden yang harus mengurusi banyak hal," imbuhnya.

"Yang kedua adalah kita itu harus play the game rightly, jadi sekarang kalau yang dibahas adalah soal hak nelayan mereka secara historikal, ya kita bahas saja juga," jelas Conny.

"Apa betul kita tidak punya klaim nelayan-nelayan kita sampai ke sana (Natuna)," imbuhnya.

Sebelumnya Jokowi tiba di Kabupaten Natuna pada Rabu pagi. 

Satu diantara agenda kunjungan kerjanya adalah menemui ratusan nelayan disana.

Dalam pertemuannya itu Jokowi menegaskan bahwa Natuna adalah Indonesia.

"Hari ini saya datang ke sini (Natuna) ingin memastikan dan ingin memberitahukan kepada bapak, ibu dan saudara-saudara semuanya, Natuna adalah teritorial kita," ujar Jokowi yang dilansir dari kanal YouTube metrotvnews, Rabu (8/1/2020).

"Kenapa ini saya sampaikan? Di Natuna ada penduduknya sebanyak 81 ribu. Di sini juga ada bupatinya, gubernur dan semuanya,"

Sehingga Presiden RI ini meminta agar tidak ada lagi yang meragukan hal itu.

"Jangan sampai ada yang bertanya dan meragukan," kata Jokowi.

Tak bosan, Jokowi menegaskan secara berulang-ulang bahwa tidak boleh ada tawar-menawar untuk kedaulatan.

"Sekali lagi, kedaulatan itu tidak bisa dan tidak ada yang namanya tawar-menawar," tegas Jokowi. (*)

(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini