TRIBUNNEWS.COM - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan terjaring Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK), Kamis (9/1/2020).
Ia diduga menerima suap dari politisi PDI-Perjuangan, Harun Masiku.
Saat ini, Harun Masiku sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka.
OTT KPK yang menjerat Wahyu ini terbilang mengejutkan. Pasalnya, komisioner KPU tersebut dikenal vokal soal korupsi, terutama larangan eks koruptor maju Pilkada.
"Berdasarkan putusan Rapat Pleno KPU, KPU tetap akan mencantumkan dalam norma PKPU bahwa calon kepala daerah, maupun calon wakil kepala daerah itu harus memenuhi syarat," kata Wahyu yang Tribunnews kutip melalui Kompas.com.
"Salah satu syaratnya adalah bukan mantan narapidana korupsi. Itu sikap dan pandangan KPU," tambahnya.
Wahyu menuturkan, dengan adanya larangan itu, KPU ingin menghasilkan kepala daerah yang bersih dari korupsi.
KPU menurut Wahyu, menilai masyarakat belum mampu memilih calon pemimpin terbaik.
"Kemudian, ada Undang-Undang (UU) untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), itu kan juga UU. Itu kan juga landasan hukum."
"Dalam menjalankan aturan main Pilkada, kan juga tetap berlaku UU lain yang meskipun secara tidak langsung itu mengatur KPU," tambahnya.
Ia lantas memberikan contoh terkait pemilihan presiden.
Wahyu menerangkan, dalam Pilpres tersebut, ada syarat yang menyatakan calon presiden dan calon wakil presiden belum pernah korupsi.
Ia juga menegaskan, Pilkada sama dengan Pilpres, yang merupakan pemilu.
"Kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? Kan tidak," kata Wahyu.