Harun adalah tersangka penyuap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang masih buron.
"Sejauh ini belum [upaya pencegahan]," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (11/1/2020).
Akan tetapi, kata Ali, KPK segera mengirimkan surat permohonan ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk mencegah Harun.
"Namun sesuai kewenangan KPK di undang-undang, akan segera dilakukan [pencegahan]," katanya.
Lanjut Ali, sampai hari ini KPK masih terus mencari keberadaan Harun. KPK meminta Harun segera menyerahkan diri dan mengimbau kepada pihak lain yang terkait dengan perkara ini agar bersikap kooperatif.
"Bersikap kooperatif kepada KPK tidak hanya akan membantu penyidik menyelesaikan perkara lebih cepat, tetapi juga akan memberikan kesempatan yang bersangkutan untuk menjelaskan terkait perkara tersebut," kata Ali.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Harun bersama pihak swasta, Saefulah sebagai tersangka pemberi suap. Mereka diduga memberikan janji suap kepada Wahyu Setiawan Rp900 juta untuk memuluskan langkahnya menjadi anggota DPR lewat jalur pergantian antar waktu (PAW).
Perkara bermula pada awal Juli 2019, salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan Doni, seorang pengacara dan caleg PDIP dari Jawa Timur, mengajukan gugatan uji materi pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 2019 tentang Pemungutan Perhitungan Suara ke Mahkamah Agung (MA).
Pengajuan ini terkait dengan meninggalnya caleg PDIP dari Sumatera Selatan, Nazarudin Kiemas, pada Maret 2019. PDIP ingin suara Nazarudin, sebagai pemenang Pileg, masuk kepada Harun Masiku.
Setelah gugatan dikabulkan, PDIP mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku. Tapi, KPU tetap menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin.
Pada 13 September 2019, PDIP kembali mengajukan permohonan fatwa ke MA. Kemudian, PDIP juga mengirim surat penetapan caleg ke KPU pada 23 September 2019.
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan untuk membantu penetapan Harun, Wahyu meminta dana operasional Rp900 juta.