Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Markas besar Kepolisian RI (Mabes Polri) angkat bicara soal temuan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers yang menyatakan aparat kepolisian paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2019.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Argo Yuwono menyebutkan, pihaknya berkomitmen untuk akan menindak tegas siapapun anggota polri yang disebutkan terbukti melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis.
"Kalau ada kesalahan anggota (Polri, Red) bisa sidang etik, kemudian sidang disiplin maupun sidang pidana umum. Semuanya sudah ada. Artinya kita sampaikan kalau ada barang bukti yang dilakukan oleh anggota tersebut," kata Argo di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Baca: Polri Siap Bantu Buru Harun Masiku di Luar Negeri, Asalkan Diminta KPK
Menurutnya, sanksi tersebut diberikan asalkan anggota yang diduga melakukan pelanggaran tersebut terbukti melakukan kesalahan dalam bertugas pengamanan.
"Misalnya ada kegiatan-kegiatan yang itu tidak dibenarkan oleh UU yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Tentunya kita akan klarifikasi, kalau ada laporan kita cek, apakah benar? kemudian dimana, apakah barang buktinya dan saksinya. Kita bisa melihat sejauh mana kesalahan yang anggota lakukan," tandas dia.
Sebelumnya, selama kurun waktu 2019, banyak kasus kekerasan yang menimpa para jurnalis di lapangan saat peliputan.
LBH Pers mencatat, setidaknya ada 75 kekerasan yang menimpa jurnalis saat para juru warta sedang melakukan tugasnya.
Baca: Cerita Seorang Jurnalis Soal Kesaksian Korban Reynhard: Ceritanya Sangat Tragis
Dari sekian kasus yang ada, LBH Pers menyebut, yang paling banyak melakukan kekerasan terhadap jurnalis adalah aparat kepolisian.
"Tindak kekerasan terhadap jurnalis pada 2019 paling banyak dilakukan oleh aparat kepolisian," kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudi, di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Menurut Ade, hal itu terlihat dari cara aparat mengamankan aksi unjuk rasa, terutama di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Kenapa kemudian terbesar adalah aparat Kepolisian? Karena ini terkait bagaimana kepolisian mengamankan aksi demostrasi," terangnya.
Ade mengatakan, dalam aksi unjuk rasa di Jakarta, cukup banyak korban akibat tindak kekerasan yang dilakukan polisi.
Terutama saat aksi demonstrasi terkait hasil Pemilihan Presiden 2019 dan unjuk rasa pengesahan RUU KUHP.
Baca: Istri Sewa 2 Pembunuh Bayaran Untuk Habisi Hakim Jamaluddin
Setidaknya ada 33 aparat yang diduga melakukan kekerasan terhadap jurnalis. "Di Jakarta cukup banyak korban terkait dengan peliputan aksi demonstrasi aksi RUU KUHP, terkait dengan waktu itu demonstrasi Bawaslu itu juga cukup banyak," sambungnya.
Pelaku dari Kalangan Militer Berkurang
Di balik banyaknya oknum Polisi melakukan kekerasan terhadap jurnalis, Ade justru menyebut pelaku dari instansi militer berkurang di tahun 2019.
"Di beberapa laporan kita sebelumnya kan terekam pelaku dari kalangan polisi dan militer, di tahun ini kita temukan pelaku militer tidak ada tapi oknum kepolisian meningkat," ungkapnya.
Kekerasan pada jurnalis, lanjutnya, juga dilakukan masyarakat. Catatan LBH Pers ada 17 orang yang diduga melakukan kekerasan pada jurnalis di 2019.
Selanjutnya, pejabat publik sebanyak tujuh orang, pebisnis enam orang, simpatisan partai empat orang, dan supporter olahraga dua orang.
Baca: Kasus Reynhard Baru Bisa Dipublikasikan setelah 2 Tahun, Jurnalis yang Melanggar akan Masuk Penjara
"Nah supporter di beberapa pertandingan sepak bola itu banyak juga kekerasan-kekerasan (terhadap) jurnalis. Karena supporter-nya terlalu agresif.
Kemudian ada supporter dari pendukung partai itu juga menjadi salah satu," ucapnya.
Sebelumnya, LBH menyebut ada 75 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kasus tersebut paling banyak terjadi di Jakarta dengan total 33 kasus.