Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz, menyebut kegagalan penyidik KPK menggeledah kantor DPP PDI Perjuangan pada Kamis (09/01) lalu sudah diperkirakan sebelumnya ketika Revisi Undang-Undang KPK digodok pemerintah bersama DPR.
Kekhawatiran itu pun akhirnya betul terjadi dalam kasus dugaan suap terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.
Menurut Donal, hal itu tak semestinya terjadi jika Dewan Pengawas KPK—yang kewenangannya tumpang tindih dengan posisi Pimpinan KPK—tidak ada. Sebab penyidik harus mengantongi izin penggeledahan, penyadapan, dan penyitaan dari pimpinan serta dewan sekaligus.
Imbasnya proses penegakan hukum yang semestinya berjalan cepat dan efisien, menjadi berbelit akibat birokrasi yang panjang.
"Karena itulah kami menolak Dewan Pengawas," ujar Donal Fariz kepada BBC, Senin (13/01).
"Yang mendasar dalam kasus ini adalah birokratisasi penegakan hukum," sambungnya.
Donal menjelaskan, sebelum ada beleid baru yakni Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, tindakan penangkapan serta penggeledahan kerap bersamaan dan atas izin pimpinan. Tujuannya agar penyidik tidak kehilangan barang bukti yang relevan.
Tapi dengan keberadaan Dewan Pengawas KPK, proses penegakan hukum menjadi macet dan berpotensi hilangnya alat bukti dalam proses jeda menunggu persetujuan Dewan Pengawas.
"Kalau alat bukti sudah hilang, kasus akan makin sulit dan tersangka sulit ditangkap. Dalam kasus ini (suap Wahyu Setiawan), belum terlihat aktor intelektual terungkap. Sehingga tentu akan sulit mengejar aktor-aktor yang punya peran penting yang lebih tinggi," jelas Donal.
"Padahal hitungannya menit untuk mengejar alat bukti, kalau tidak bisa raib karena dilenyapkan pelaku-pelaku lainnya."
Sejalan dengan ICW, Peneliti dari Institute For Criminal Justice Reform (ICJR), Anggara Suwahju, menilai Dewan Pengawas menjadi batu sandungan.
Sebab lembaga itu tak terlibat langsung dalam proses penindakan oleh penyidik sehingga penyidik harus meyakinkan seluruh anggota Dewan Pengawas bahwa penggeledahan maupun penyadapan atau penyitaan, penting dilakukan bersamaan.
"Sekarang jauh lebih rumit, Dewan Pengawas orangnya ada lima. Rumit karena mereka harus diskusi lagi dan keputusannya harus kolektif kolegial," ujar Anggara Suwahju kepada BBC.