TRIBUNNEWS.COM - Politikus Partai Gelora Fahri Hamzah menanggapi cuitan mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti mengenai impor garam yang dilakukan pemerintah Indonesia.
Menurutnya, sangat mengherankan negara Indonesia yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia masih mengimpor garam.
Fahri Hamzah mengatakan, ia termasuk orang yang tidak bisa mengerti mengapa hal itu terjadi.
"Saya termasuk yang tidak bisa mengerti mengapa kita masih impor garam."
"Ajaib memang, negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang di dunia kok impor garam," tulis Fahri Hamzah melalui akun Twitter @Fahrihamzah, Rabu (15/1/2020).
Sementara itu, Susi Pudjiastuti dalam cuitannya menyebut, pada 2015, 2016, dan 2017 impor garam di Indonesia telah dibatasi, sehingga harga garam petani menjadi Rp. 1.500 - Rp. 2.000 per kilogram.
Pada tahun 2015 sampai 2017 harga garam petani bagus dan tidak pernah di bawah Rp 1.000 per kilogram, semua produksi petani pun terserap oleh pasar.
Namun, pada 2018 impor garam mulai naik drastis, neraca produksi garam diabaikan sehingga harga garam lokal jatuh dan tidak bisa terjual.
"Tahun 2015, 2016, 2017 impor kita batasi sehingga harga garam petani di atas Rp 1.500 sampai dengan Rp 2.000 lebih per kilogram. Semua produksi petani terserap oleh pasar."
"Mulai 2018 impor naik tinggi sekali. Neraca produksi garam diabaikan, sehingga harga petani jatuh dan masih belum bisa jual produksinya," tulis Susi Pudjiastuti dalam akun Twitter @susipudjiastuti, Rabu (15/1/2020).
Susi Pudjiastuti juga menjelaskan maksud dari isi cuitannya hanya untuk mengingatkan kepada masyarakat, bahwa garam petani pada musim ini tidak terjual karena jumlah impor yang berlebihan.
Lebih jauh, sebelumnya Menteri KKP Edhy Prabowo mengatakan, impor garam yang dilakukan oleh pemerintah adalah sebuah keterpaksaan.
Sebab, hingga saat ini kemampuan produksi garam domestik belum bisa memenuhi kebutuhan industri.
"Pada akhirnya, impor itu suatu keterpaksaan. Bukan suatu keharusan. Kalau dalam negeri ada, tentunya tidak akan ada serapan (impor)," ujar Edhy Prabowo pada Selasa (5/11/2019) dikutip dari Kompas.com.
Ia pun mengatakan, salah satu jenis garam industri yang masih belum bisa dipenuhi oleh produsen dalam negeri adalah yang mengandung chlor alkali plant (CAP).
Oleh karena itu, pemerintah saat ini tengah menyiapkan lahan sebesar 400 hektare di Nusa Tenggara Timur untuk pengadaan garam jenis tersebut.
Edhy Prabowo menyebut, saat ini kemampuan produksi garam dalam negeri belum mampu mencukupi kebutuhan pasar.
Pihaknya akan terus berusaha untuk mencari solusi agar penghasilan garam dalam negeri membaik.
"Terus terang kalau dari kebutuhan nasional kemampuan kita untuk melakukan produksi garam masih ya bisa dibilang setengahnya."
"Nah ini yang harus kita dorong. Ini kami cari cara untuk jalan keluarnya bagaimana para petambak garam penghasilannya baik," jelasnya.
(Tribunnews.com/R Agustina)(Kompas.com/Mutia Fauzia)