News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suap Pembelian Mesin Jet

Jaksa KPK Telusuri Peran Emirsyah Satar Intervensi Pengadaan Barang di PT Garuda Indonesia

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan kasus Emirsyah Satar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/1/2020)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menelusuri peran terdakwa Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar mengintervensi pengadaan barang di PT Garuda Indonesia.

Mengacu pada surat dakwaan, Emirsyah Satar bersama-sama mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (persero) tbk, Hadinoto Soedigno dan mantan Executive Project Manager PT Garuda Indonesia, Capt Agus Wahyudo telah menerima hadiah berupa uang.

Terdakwa dinilai telah mengintervensi pengadaan barang di PT Garuda Indonesia pada 24 Juni 2009 sampai 11 November 2014.

Baca: DKPP: Ketua dan Anggota KPU RI Terkesan Membiarkan Wahyu Setiawan Bertemu Peserta Pemilu

Pada Kamis (16/1/2020) ini di pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, JPU pada KPK menghadirkan tiga orang saksi untuk terdakwa Direktur Utama PT Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Mereka yaitu bekas Direktur Pemasaran dan Penjualan Garuda 2012-2013 Elisa Lumbantoruan, mantan Direktur Utama Citilink yang juga pernah menjabat sebagai Vice President Treasury Management Garuda 2005-2012 Albert Burhan, dan mantan Direktur Operasi PT Garuda Indonesia Ari Sapari.

Baca: Penggeledahan Kantor PDIP Dijadwal Ulang, Mahfud MD Sebut Pimpinan KPK Kepepet, Begini Alasannya

Pada awal tahun 2011, PT Garuda Indonesia mengirim Request for Proposal (RFP) kepada Airbus dan Boeing untuk meminta penawaran terhadap pesawat tipe single aisle dengan 180 penumpang.

Upaya ini dilakukan dalam rangka pengembangan bisnis PT Citilink Indonesia, PT Garuda Indonesia berkeinginan memiliki armada lorong tunggal (single aisle) untuk dipergunakan oleh PT Citilink Indonesia

Merespon permintaan PT Garuda Indonesia, Boeing pada tanggal 4 Maret 201 mengirim proposalnya kepada Adrian Azhar, Corporate Expert PT Garuda Indonesia, dan menawarkan pesawat tipe B737-800 Next Generation (NG).

Baca: Kuasa Hukum PDIP Sebut Penangkapan Wahyu Setiawan oleh KPK Tidak Masuk Kategori OTT

Sedangkan Airbus mengirim proposal kepada Terdakwa dan menawarkan pesawat tipe Airbus A320, namun sebelumnya rencana PT Garuda Indonesia untuk memiliki pesawat single aisle telah disampaikan Terdakwa kepada Soetikno Soedarjo dan Rolls-Royce.

Menindaklanjuti penawaran yang disampaikan Boeing dan Airbus, Terdakwa membentuk tim yang terdiri dari Adrian Azhar, Capt Agus Wahjudo, Rajendra Kartawira, Widianto Wiratmoko, Karim Emma, Albert Burhan, dan Rudyat Kuntarjo untuk mengevaluasi proposal yang ditawarkan oleh Airbus dan Boeing.

Mantan Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (30/12/2019). Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa yang bersangkutan menerima suap dari mantan Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Untuk mengonfirmasi hal tersebut, JPU pada KPK bertanya kepada Albert Burhan.

Dia mengaku tidak pernah melihat Soetikno saat ada pembelian pesawat

Pada saat bertemu dengan perwakilan Airbus ketika membeli pesawat, kata dia, Airbus tidak pernah mengatakan mempunyai perwakilan di Indonesia yang diwakili Soetikno Soedarjo.

"Saya tidak pernah melihat Pak Soetikno saat delivery pesawat. Tidak pernah Airbus menyebutkan ada agen di Indonesia bernama Soetikno," kata Albert, saat memberikan keterangan di persidangan.

Sebelumnya, Emirsyah Satar, didakwa menerima suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport RĂ©gional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.

Emirsyah diduga menerima suap mencapai Rp 46,3 miliar dengan mata uang berbeda. Adapun, rincian mata uang tersebut, yakni Rp 5.859.794.797, USD 884.200 atau setara Rp 12.321.327.000 (1 USD= Rp 13.935), EUR 1.020.975 atau setara Rp 15.910.363.912 (1 EUR= Rp 15.583), dan SGD 1.189.208 atau setara Rp 12.260.496.638 (1 SGD= Rp 10.309).

Perbuatan tindak pidana itu dilakukan
bersama-sama Hadinata Soedigno dan Agus Wahjudo.
Mereka telah mengntervensi pengadaan di PT Garuda Indonesia, yaitu pengadaan pesawat.

Mereka merupakan anak buah Emirsyah saat menjabat sebagai direktur utama pada tahun 2009.
Pada saat itu, Agus Wahjudo menjabat Executive Project Manager, sedangkan Hadinoto menjabat Direktur Teknik Executive Vice President Engineering.

Atas perbuatan itu, Emirsyah disebut melanggar Pasal 12 huruf b atau 11 Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Selain itu, JPU pada KPK mendakwa Emirsyah Satar, mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia melakukan tindak pidana pencucian uang.

Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia dalam pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya.

Pengadaan pesawat dan mesin berserta perawatannya dari pabrikan yaitu Airbus SA, Roll Royce Plc dan Avions de transport régional (ATR) melalui intermediary Connought International Pte Ltd dan PT. Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo serta dari Bombadier Canada melalui Hollingsworld Management International Ltd Hongkong yang didirikan Soetikno Soedarjo.

Perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini