Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Helmy Yahya melakukan perlawanan atas pemecatan dirinya sebagai Direktur Utama TVRI oleh Dewan Pengawas TVRI.
Ia memaparkan kronologis pemecatan dirinya yang dinilai janggal dan tidak sah.
Menurut Helmy Yahya pemecatan dirinya tersebut berawal pada 4 Desember 2019.
Ia diberhentikan sementara sebagai Direktur Utama TVRI oleh Dewan Pengawas karena dinilai mengubah pola dan anggaran siaran.
Surat keputusan pemberhentian tersebut kemudian ia jawab.
Baca: Kemendagri Serahkan Soal Keraton Agung Sejagad ke Kepolisian
Menurut Helmy Yahya, ia sangat serius menjawab pemecatan tersebut karena tidak sah.
Tidak tanggung-tanggung ia membuat jawaban setebal 27 halaman dengan 1.200 lampiran.
"Pembelaan saya nggak main-main loh, surat penonaktifan saya dua halaman. Saya menjawab 27 halaman. Semua catatan yang kata mereka itu itulah catatan saya, saya jawab. Lampiran nggak main-main nih 1.200 halaman," kata Helmy Yahya di Kawasan Senayan, Jakarta, Jumat, (17/1/2020).
Surat tersebut ia serahkan pada 18 Desember 2019.
Selain menyampaikan jawaban, Helmy Yahya juga berkonsultasi dengan sejumlah lembaga, mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Baca: Buntut Pemecatan Helmy Yahya, Karyawan TVRI Segel Ruang Kerja Dewas, Roy Suryo: Kominfo Turun Tangan
Berdasarkan konsultasi tersebut ia diminta untuk melakukan pembelaan terhadap pemecatan tersebut dan tidak berbicara di media massa.
"Ya udah 18 Desember saya menyampaikan itu didukung direksi dan direksi mendukung surat ini, direksi tanda tangan mendukung surat ini," katanya.
Helmy Yahya mengatakan pembelaan yang dilakukan dirinya tersebut mendapat dukungan penuh jajaran direksi karena peraturan di TVRI setiap masalah diputuskan secara kolektif.
Baca: Pembelaan Helmy Yahya Setelah Dicopot dari Dirut TVRI
Namun, menurut Helmy Yahya pembelaan dirinya tersebut tidak direspon Dewan Pengawas.