TRIBUNNEWS.COM - Nama putri kedua Presiden Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, masuk dalam jajaran Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk sebagai Komisaris Independen.
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Garuda Indonesia Tbk pada Rabu (22/1/2020) juga telah menunjuk Mantan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf sebagai Komisaris Utama dan mantan Direktur Utama (Dirut) PT INTI (Persero), Irfan Setiaputra sebagai Dirut.
"Hasil yang ditunggu-tunggu sudah ada. RUPSLB menunjuk Triawan Munaf sebagai Komut dan Irfan Setiaputra sebagai Dirut," kata Sahala saat konferensi pers di Tangerang, Rabu (22/1/2020).
Profil Yenny Wahid
Berempuan bernama lengkap Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid tersebut baru saja didapuk sebagai Komisaris Independen PT Garuda Indonesia.
Dilansir dari TribunnewsWiki.com, Yenny Wahid memiliki seorang kakak bernama Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid.
Perempuan yang lahir di Jombang 29 Oktober 1974 itu, pernah menempuh pendidikannya di SMA Negeri 28 jakarta pada 1992 .
Setelah itu, Yenny melanjutkan pendidikannya ke Universitas Trisakti untuk menekuni studi Komunikasi Visual.
Dikutip dari Wikipedia, sebelum menekuni studi Komunikasi Visual di Universitas Trisakti, Yenny sempat menempuh studi Psikologi di Universitas Indonesia.
Yenny memutuskan meninggalkan studi psikologinya atas saran sang ayah.
Selanjutnya, Yenny pun melanjutkan studi administrasi publik di Universitas Harvard, Boston.
Perjalanan Karir
Selepas mendapat gelar sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti, Yenny memutuskan untuk menjadi wartawan.
Yenny bertugas sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh sebelum terjun secara khusus mendampingi ayahnya.
Ia juga sempat menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999.
Meskipun banyak reporter yang keluar dari Timor Timur pada waktu itu, Yenny tetap bertahan menjalankan tugasnya.
Namun, Yenny juga sempat kembali ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi.
Tak berselang lama, hanya dalam waktu seminggu, Yenny kembali bekerja.
Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum bahkan mendapatkan anugrah Walkley Award.
Selain itu, Yenny juga terlibat dalam peliputan atmosfer Jakarta yang mencekam menjelang Reformasi 1998.
Pada saat itu, Yenny ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang berusaha mensterilkan jalan lingkar Trisakti.
Belum terlalu lama menekuni pekerjaannya tersebut, ia akhirnya berhenti karena ayahnya, Gus Dur, terpilih menjadi Presiden RI ke-4.
Selalu Mendampingi Ayahnya
Sejak ayahnya menjabat sebagai Presiden RI ke-4, kemanapun Gus Dur pergi, Yenny selalu berusaha mendampingi ayahnya.
Yenny menjabat posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.
Kemudian, setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny akhirnya memperoleh gelar Master's in Public Administration dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason.
Sekembalinya dari Amerika tahun 2004, ia menjadi Direktur Wahid Institute yang saat itu baru berdiri.
Semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Yenny diketahui sempat mengabdi sebagai staf khusus bidang Komunikasi Politik dan aktif sebagai Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa.
Tak Bisa Melupakan Peristiwa Saat Ditodong Senjata
Dilansir dari Kompas.com, Yenny mengaku tidak bisa melupakan ingatan peristiwa 20 tahun silam ketika dirinya ditodong senjata.
Pasalnya, saat itu ia sedang seorang diri.
"Memang pada waktu itu karena Gus Dur stroke, saya mengawal beliau ke mana-mana," kata Yenny.
"Tetapi, saya juga punya pekerjaan pada waktu itu sebagai wartawan," sambungnya seperti yang diberitakan Kompas.com, Senin (21/5/2018).
Pada periode 1997-1999, Yenny merupakan koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age.
Tugasnya itu membuat dia harus melalukan reportase peristiwa kerusuhan jelang Reformasi.
Akibatnya, ia juga harus terkena gas air mata petugas keamanan untuk membubarkan kerumunan massa.
Bahkan, Yenny juga punya pengalaman tak enak lainnya, yakni ditodong senjata oleh petugas keamanan.
"Waktu itu ada sekelompok pasukan untuk mensterilkan di ring road Trisaksi. Setelah itu ada penembakan-penembakan yang terjadi. Saya pas di situ," kata Yenny.
"Tempat itu harus disterilkan jadi waktu itu saya diacungi senjata laras panjang di kepala saya. Siapa yang mengacungi senjata, itulah bagian dari proses reformasi," ujarnya.
Adapun yang dimaksud Yenny telah menjalani proses reformasi adalah Angkatan Bersenjata RI atau ABRI.
Jajaran Komisaris dan Direksi Garuda Indonesia
Sahala mengatakan ada sedikit perubahan dalam sususan kepengurusan, yaitu hadirnya wakil komut yaitu Chairal Tanjung dan wakil dirut Dony Oskaria.
Berikut sususan komisaris dan direksi Garuda Indonesia yang baru:
Komisaris
1. Komisaris Utama: Triawan Munaf
2. Wakil Komisaris Utama: Chairal Tanjung
3. Komisaris Independen : Yenny Wahid
4. Komisaris Independen: Elisa Lumbantoruan
5. Komisaris : Peter Gontha
Direksi
1. Direktur Utama : Irfan Setiaputra
2. Wakil Direktur Utama : Dony Oskaria
3. Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko : Fuad Rizal
4. Direktur Operasi : Tumpal Manumpak Hutapea
5. Direktur Human Capital : Aryaperwira Adileksana
6. Direktur Teknik : Rahmat Hanafi
7. Direktur Layanan, Pengembangan Usaha, dan IT : Ade R. Susardi
8. Direktur Niaga dan Kargo : M. Rizal Pahlevi
(Tribunnews.com/Widyadewi Metta/Ria anatasia) (TribunnewsWiki.com/Amy Happy Setyawan) (Kompas.com/Yoga Sukmana)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cerita Anak Gus Dur Ditodong Senjata Laras Panjang Jelang Reformasi" dan "Mantan Bos INTI Jadi Dirut Garuda, Triawan dan Yenny Wahid Masuk Komisaris"