Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap penerbitan Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut dan gratifikasi yang menjerat terdakwa Nurdin Basirun, Gubernur nonaktif Kepulauan Riau.
Pada Rabu (22/1/2020) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi.
Seorang saksi yang dihadirkan di antaranya Direktur PT Adventure Glamping I Wayan Santika.
Baca: Pemerintah Klaim Senantiasa Dengarkan Aspirasi Publik Susun Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja
Wayan mengungkap adanya permintaan uang dari Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Budy Hartono.
Pemberian uang itu terkait penerbitan izin prinsip pemanfaatan lokasi usaha.
Semula, Wayan ingin membangun resort di Pulau Galang, Kecamatan Galang, Kota Batam
"Ada komunikasi. Untuk pengurusan ini dikenakan biaya Rp 70 juta. Ketemu Pak Budy saya dimintai Rp70 juta," kata Wayan, saat memberikan keterangan untuk terdakwa Nurdin Basirun, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (22/1/2020).
Baca: Imigrasi Salahkan Sistem Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta Lalai Catat Kedatangan Harun Masiku
Dia mengaku terkejut dimintai Rp 70 juta.
Angka itu belum termasuk izin pemanfaatan ruang laut Rp 30 juta per hektare.
Setelah pembicaraan itu, Wayan mengatur waktu pertemuan dengan Budy untuk menyerahkan uang Rp70 juta.
Mereka sempat berinteraksi melalui aplikasi media sosial, WhatsApp.
Dia mengungkapkan Budy mengirim bukti izin prinsip.
Baca: Andai Hasil Autopsi Tunjukkan Kematian Lina Mantan Istri Sule Tak Wajar, Ini yang Dilakukan Polisi
"Saya dikasih izin prinsip," tambahnya.
Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa dua pejabat di Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Riau menerima suap sebesar Rp 45 Juta dan 11 Ribu Dollar Singapura.
Mereka yaitu, Edy Sofyan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau dan Budy Hartono, Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau.
Sementara itu, pengusaha Kock Meng didakwa memberikan suap senilai Rp 45 juta dan 11 Ribu Dollar Singapura kepada Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun.
Upaya pemberian suap itu dilakukan bersama-sama dengan Abu Bakar dan Johanes Kodrat, nelayan di Provinsi Kepulauan Riau.
Upaya pemberian suap dari pengusaha Kock Meng dan Abu Bakar dan Johanes Kodrat, nelayan, itu dilakukan untuk menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 07 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di lokasi lahan laut Piayu Laut, Piayu Batam atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 Ha.
Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 tentang permohonan Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut di Pelabuhan Seijantung Jembatan Lima Atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 Ha.
Dan memasukan kedua Izin Prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (Perda RZWP3K).
Perbuatan mereka, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Dan, sebagaimana diatur dan diancam pidana menurut Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.