Menurut Sudding, kesalahan informasi yang diberikan imigrasi berdampak pada kesalahan langkah yang dilakukan KPK dalam pencarian buronannya, Harun Masiku.
Sudding menilai Yasonna Laoly selaku atasan imigrasi tidak mampu bekerja secara profesional sehingga terjadi kesalahan informasi keberadaan Harun Masiku.
Di sisi lain, ia pun mencurigai justru kesalahan itu terjadi karena disengaja untuk melindungi Harun Masiku.
"Melihat Yasonna merupakan kader PDIP dan termasuk dalan tim hukum. Ya bisa saja itu terjadi, apakah dalam rangka untuk menutup-nutupi keberadaan yang bersangkutan, sehingga tanpa ada koordinasi terlebih dahulu sebagai pejabat tertinggi dalam satu instansi memberikan suatu statement ke publik tanpa me-recheck terlebih dahulu kebenaran informasi yang disampaikan," ujarnya.
Fraksi Demokrat di DPR menyayangkan pihak Imigrasi yang luput memantau keberadaan Harun Masiku yang kini menjadi buronan KPK.
Imigrasi baru saat ini membeberkan kebenaran Harun sudah kembali ke Indonesia sejak 7 Januari.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Demokrat Mulyadi menilai apa yang dilakukan imigrasi dalam kesalahan informasi ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap imigrasi.
Baca: Yasonna Laoly Minta Maaf pada Warga Tanjung Priok yang Tersinggung, dan Janji akan Silaturahmi
Baca: Menkumham Yasonna Laoly Pilih Tinggalkan Wartawan Saat Ditanya Soal Harun Masiku
"Jangan sampai rakyat yang begitu banyak jumlahnya ini dapat menyebabkan terjadinya degradasi kepercayaan kepada instiusi seperti imigrasi," katanya.
Sekretaris Jenderal Demokrat dan juga anggota Komisi III DPR RI Hinca Pandjaitan mengatakan frasksinya akan meminta klarifikasi Menkumham Yasonna Laoly dalam rapat, termasuk alasan keterlambatan sistem input data lalu lintas orang.
"Kalau di Komisi III kami akan menanyakan kepada (kementerian) Kumham, minggu depan kami akan rapat kerja bersama tentang sistem keimigrasian kita itu untuk dicek, dijelaskan itu," kata Hinca.
KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta, Depok Jawa Barat, dan Banyumas Jawa Tengah pada 8 hingga 9 Januari 2020.
Diduga sejumlah pihak terlibat praktik suap pemulusan caleg PDIP dari Dapil Sumatera Selatan I Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar-waktu (PAW).
Empat orang ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam OTT itu, yakni komisioner KPU Wahyu Setiawan, politikus PDIP Harun Masiku, mantan anggota Bawaslu sekaligus orang kepercayaan Wahyu Setiawan bernama Agustiani Tio Fridelina dan seorang perantara suap bernama Saeful.
Harun Masiku selaku caleg PDIP diduga memberikan suap Rp 600 juta untuk komisioner KPU Wahyu Setiawan agar ditetapkan sebagai anggota DPR terpilih PAW.