Sebelumnya, Nirwono menyinggung terkait banjir yang terjadi di Jakarta.
Menurutnya banjir yang terjadi di wilayah ibu kota ini dikarenakan sistem drainase yang buruk.
"Sebenarnya juga tidak mengherankan (terjadi banjir di Jakarta) karena sistem drainase kita itu hanya berfungsi dengan baik sekira 33%," ujarnya.
"Karena mulai dari ukuran dimensi saluran air, sistem keterhubungannya antara mikro, meso sampai makro tidak terhubung dengan baik," jelasnya.
"Belum kalau bicara didalam salurannya sendiri ada lumpur, sampah," imbuhnya.
Sehingga menurut Nirwono hal ini seharusnya menjadi satu diantara PR besar Pemprov DKI untuk merehabilitasi sistem saluran drainase Jakarta.
Selain itu, jika dilihat banjir secara keseluruhan, saat ini Jakarta sangat membutuhkan lebih banyak daerah resapan air.
"Banjir dari Januari sampai dengan minggu ketiga ini, menunjukkan bahwa daerah membutuhkan lebih banyak daerah resapan air baru," ujarnya.
"Kemudian membutuhkan lebih banyak pohon sebagi alat peresapan air," imbuhnya.
Sehingga dilihat dalam konteks tersebut, adanya revitalisasi di kawasan Monas dinilai tidak memiliki urgensi sama sekali.
"Kalau kita lihat dari waktunya, ini (revitalisasi Monas) sebenarnya bukan waktu yang tepat, sama sekali," jelasnya.
"Karena dalam konteks inilah pembangunan revitalisasi monas menjadi tidak urgensi," imbuhnya.
"Maka dari itu tidak heran kalau kemudian masyarakat menolak revitalisasi Monas apalagi beberapa wilayah DKI tergenang banjir," jelasnya.
Nirwono kemudian menilai penolakan adanya revitalisasi Monas ini sebagai tanda masyarakat ingin agar Pemprov DKI fokus menangani banjir.