TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi melihat langsung proses revitalisasi Monumen Nasional (Monas) yang sedang berlangsung.
Menurutnya revitalisasi Monas tidak sesuai dengan apa yang ia pikirkan karena Monas merupakan daerah resapan.
"Saya langsung turun ke lapangan melihat revitalisasi Monas yang saya anggarkan, kok beda dengan pemikiran saya. Saya pikir Monas daerah ring 1 penyerapan dan di tata ruang hijau kok dibuat seperti ini."
"Saya melihat kalau ini jadi serapan kenapa bawahnya dibeton kalau adanya seperti ini pasti tidak akan saya kasih," ujarnya dilansir melalui YouTube Kompas TV, Selasa (28/1/2020).
Ia juga melihat adanya indikasi mempermainkan proses revitalisasi Monas dan jika terbukti, revitalisasi ini akan diberhentikan.
"Nah disini ada keanehan harusnya rencananya dulu, berapa anggarannya baru di anggarkan. Ini nggak, dibuat anggaran baru perencanaan. Ini ada indikasi kecurigaaan bahwa disini ada main-main saya akan panggil para pihak kalau tidak saya berhentikan," tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPR, Puan Maharani menegaskan agar Monas tidak dirubah karena Monas adalah salah satu icon penting Indonesia.
"Jangan rubah Monas, tapi kembalikan Monas seperti aslinya dan Monas sebagai monumen nasional tentu saja salah satu yang menjadi icon penting dari Republik Indonesia itu yang harus dijaga," ungkapnya.
Ia juga berharap Monas dapat dimaksimalkan sebagai icon Indonesia bukan Jakarta.
Proyek revitalisasi di kawasan Monas menimbulkan pro dan kontra disejumlah kalangan.
Satu diantaranya yakni Pengamat Tata Kota, Nirwono Yoga.
Nirwono menyebut revitalisasi Monas tidak ada urgensinya.
Ia juga menegaskan, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan seharusnya lebih fokus mengatasi banjir di ibu kota.
Pernyataan ini ia sampaikan dalam program Apa Kabar Indonesia Malam yang dilansir kanal YouTube Talk Show tvOne, Sabtu (25/1/2020).
Sebelumnya, Nirwono menyinggung terkait banjir yang terjadi di Jakarta.
Menurutnya banjir yang terjadi di wilayah ibu kota ini dikarenakan sistem drainase yang buruk.
"Sebenarnya juga tidak mengherankan (terjadi banjir di Jakarta) karena sistem drainase kita itu hanya berfungsi dengan baik sekira 33%," ujarnya.
"Karena mulai dari ukuran dimensi saluran air, sistem keterhubungannya antara mikro, meso sampai makro tidak terhubung dengan baik," jelasnya.
"Belum kalau bicara didalam salurannya sendiri ada lumpur, sampah," imbuhnya.
Sehingga menurut Nirwono hal ini seharusnya menjadi satu diantara PR besar Pemprov DKI untuk merehabilitasi sistem saluran drainase Jakarta.
Selain itu, jika dilihat banjir secara keseluruhan, saat ini Jakarta sangat membutuhkan lebih banyak daerah resapan air.
"Banjir dari Januari sampai dengan minggu ketiga ini, menunjukkan bahwa daerah membutuhkan lebih banyak daerah resapan air baru," ujarnya.
"Kemudian membutuhkan lebih banyak pohon sebagi alat peresapan air," imbuhnya.
Sehingga dilihat dalam konteks tersebut, adanya revitalisasi di kawasan Monas dinilai tidak memiliki urgensi sama sekali.
"Kalau kita lihat dari waktunya, ini (revitalisasi Monas) sebenarnya bukan waktu yang tepat, sama sekali," jelasnya.
"Karena dalam konteks inilah pembangunan revitalisasi monas menjadi tidak urgensi," imbuhnya.
"Maka dari itu tidak heran kalau kemudian masyarakat menolak revitalisasi Monas apalagi beberapa wilayah DKI tergenang banjir," jelasnya.
Nirwono kemudian menilai penolakan adanya revitalisasi Monas ini sebagai tanda masyarakat ingin agar Pemprov DKI fokus menangani banjir.
"Nah inilah sebenarnya tuntutan dari masyarakat agar Pemprov DKI lebih fokus menangani banjir dulu," ujarnya.
"Apalagi laporan dari BMKG puncak musim hujan yang diperkirakan terjadi pada awal Februari ini kan harusnya fokus ke sana," imbuhnya.
Ia kemudian meminta Anies Baswedan untuk dapat memastikan agar banjir menjadi fokus utama dari kinerja pemerintah saat ini.
"Nah inilah menurut saya yang menjadi perhatian Pak Gubernur untuk memastikan bahwa pemerintah fokus dalam antisipasi banjir," jelasnya.
(Tribunnews.com/Faisal Mohay/Isnaya Helmi Rahma)