Lebih lanjut, Ridlwan menjelaskan pertimbangan dari opsi tersebut adalah mereka masih bisa direhabilitasi secara psikologis.
Selain itu, jumlah mereka yang masuk kategori tersebut tidak banyak.
"Memang nanti akan ada perdebatan kenapa wanita yang nggak lemah nggak dipulangkan."
"Karena di ISIS itu wanita dan pria itu sama militannya, kemampuan mereka sama," ungkap Ridlwan.
Baca: Pengamat Terorisme Sebut Eks ISIS Gampang Bohong, Korban Terorisme: Berat Menerima, Trauma Masih Ada
Baca: Komnas HAM Sebut WNI eks ISIS Berhak Dipulangkan, Pengamat Terorisme Himbau Pemerintah Berhati-hati
Terkait kriteria yang masuk kategori wanita lemah, Ridlwan mengatakan, hal itu bisa diciptakan pemerintah melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
"Mendefinisikan misalnya, yang dianggap lemah itu yang sakit, ketika di sana sakit parah, kena rudal misalnya atau usia di atas 50 tahun," terangnya.
Selanjutnya, untuk kriteria anak-anak yang pantas dipulangkan.
Ridlwan menegaskan, mereka yang berhak dipulangkan adalah anak-anak di bawah 10 tahun.
"Dan anak-anak itu bisa didefinisikan misalnya dengan UU Perlindungan Anak."
"Anak-anak ini di bawah 17 tahun, tapi ingat 14 tahun di sana itu sudah gede banget."
"Mereka sudah bisa menembak, bongkar senapan mesin, bisa menciptakan bom, jadi bahaya juga."
Baca: Istana Belum Putuskan Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM: Indonesia Harus Mengurus, Tanggung Jawab
Baca: Akan Dipulangkan ke Indonesia? Anggota ISIS Harus Ucapkan Janji Setia kepada NKRI
"Bisa saja nanti kita definisikan anak-anak yang diambil adalah misalnya di bawah 10 tahun," papar Ridlwan.
Ridlwan mengaku, ia dan akademisi telah mempertimbangkan hal ini berdasar data-data dan situasi yang terjadi di internal Indonesia.
"Di internal kementerian, di internal BNPT, di lintas kementerian, kami melihat sangat belum siap untuk menerima semuanya," terangnya.