TRIBUNNEWS.COM - Rencana pemulangan WNI eks ISIS ke Tanah Air menuai banyak penolakan dari berbagai pihak.
Meski rencana pemulangan lebih dari 600 WNI eks ISIS ke Tanah Air banyak penolakan, ada pula yang setuju akan adanya wacana tersebut.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menegaskan pemerintah tidak ada wacana untuk memulangkan WNI eks ISIS tersebut.
Menurut Mahfud MD, pemberitaan wacana pemulangan WNI eks ISIS diberbagai media adalah pengalihan isu saja.
Baca: Pemerintah Harus Cermati Rencana Pemulangan Eks Kombatan ISIS
Baca: Pro Kontra Pemulangan WNI Eks ISIS, Akademisi Tawarkan Opsi Ketiga: Pulangkan Anak dan Wanita Lemah
"Tidak ada itu wacana untuk memulangkan, ini sudah 2 minggu bergulir lagi. Seakan-akan kami mau memulangkan sehingga itu menjadi berita besar. Saya curiga ini untuk mengalihkan isu," ujar Mahfud MD, Jumat (7/1/2020), seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Wacana pemulangan WNI eks ISIS, kata Mahfud MD, berawal dari pernyataan seorang pejabat.
Namun, pernyataan tersebut sudah diklarifikasi dan menurutnya tak perlu lagi digembar-gemborkan.
Terkait WNI eks ISIS yang saat ini masih berada di Suriah, kata Mahfud, pemerintah saat ini hanya membuat alternatif aturan hukum.
Alternatif aturan hukum itu yaitu, pemerintah membentuk tim untuk memutuskan secara resmi nasib WNI eks ISIS.
Tetapi kata Mahfud, kecenderungan pemerintah saat ini adalah tidak akan memulangkan WNI eks ISIS ke Indonesia karena dianggap berbahaya.
Baca: Petinggi DPR Minta Pemerintah Fokus Tangani Corona Ketimbang Pulangkan Eks ISIS
Baca: Wacana Pemulangan WNI eks ISIS, Jokowi Sebut Ada Rapat, Menteri Agama Tegaskan Penolakan
"Kita hanya membentuk tim apakah mau dipulangkan atau tidak, tetapi kecenderungannya kami ini tidak mau memulangkan," jelasnya.
Sementara itu, pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, menawarkan opsi ketiga sebagai pilihan dari pro dan kontra yang ada.
"Kami dari akademisi menawarkan opsi ketiga dari pro dan kontra ini," ujar Ridlwan.
"Yakni memulangkan khusus anak-anak di bawah 10 tahun dan wanita yang lemah," tambahnya.
Lebih lanjut, Ridlwan menjelaskan pertimbangan dari opsi tersebut adalah mereka masih bisa direhabilitasi secara psikologis.
Selain itu, jumlah mereka yang masuk kategori tersebut tidak banyak.
"Memang nanti akan ada perdebatan kenapa wanita yang nggak lemah nggak dipulangkan."
"Karena di ISIS itu wanita dan pria itu sama militannya, kemampuan mereka sama," ungkap Ridlwan.
Baca: Pengamat Terorisme Sebut Eks ISIS Gampang Bohong, Korban Terorisme: Berat Menerima, Trauma Masih Ada
Baca: Komnas HAM Sebut WNI eks ISIS Berhak Dipulangkan, Pengamat Terorisme Himbau Pemerintah Berhati-hati
Terkait kriteria yang masuk kategori wanita lemah, Ridlwan mengatakan, hal itu bisa diciptakan pemerintah melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden.
"Mendefinisikan misalnya, yang dianggap lemah itu yang sakit, ketika di sana sakit parah, kena rudal misalnya atau usia di atas 50 tahun," terangnya.
Selanjutnya, untuk kriteria anak-anak yang pantas dipulangkan.
Ridlwan menegaskan, mereka yang berhak dipulangkan adalah anak-anak di bawah 10 tahun.
"Dan anak-anak itu bisa didefinisikan misalnya dengan UU Perlindungan Anak."
"Anak-anak ini di bawah 17 tahun, tapi ingat 14 tahun di sana itu sudah gede banget."
"Mereka sudah bisa menembak, bongkar senapan mesin, bisa menciptakan bom, jadi bahaya juga."
Baca: Istana Belum Putuskan Pemulangan WNI Eks ISIS, Komnas HAM: Indonesia Harus Mengurus, Tanggung Jawab
Baca: Akan Dipulangkan ke Indonesia? Anggota ISIS Harus Ucapkan Janji Setia kepada NKRI
"Bisa saja nanti kita definisikan anak-anak yang diambil adalah misalnya di bawah 10 tahun," papar Ridlwan.
Ridlwan mengaku, ia dan akademisi telah mempertimbangkan hal ini berdasar data-data dan situasi yang terjadi di internal Indonesia.
"Di internal kementerian, di internal BNPT, di lintas kementerian, kami melihat sangat belum siap untuk menerima semuanya," terangnya.
5 Sebab Seseorang Kehilangan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan WNI eks ISIS disebutkan gugur dan pemerintah tidak mempunyai kewajiban untuk memberi perlindungan terhadap mereka.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
Terkait penyebab kehilangan kewarganegaraan, tertuang dalam UU Nomor 12 Tahun 2006.
Dikutip dari tayangan YouTube Kompas TV, Sabtu (8/2/2020), ada lima penyebab seseorang kehilangan kewarganegaraan sebagai berikut ini:
1. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri
2. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu
3. Masuk dalam dinas tentara tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden
4. Secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut
5. Mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor bagi negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya
(Tribunnews.com/Whiesa/Nanda Lusiana Saputri/Andari Wulan Nugrahani) (Kompas.com/Kontributor Banjarmasin, Andi Muhammad Haswar)