News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Telisik Proses Alih Fungsi Hutan di Riau Saat Zulkifli Hasan Jabat Menteri Kehutanan

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada Jumat (14/2/2020) ini, Zulhas--panggilan karib Zulkifli--akan menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap terkait revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelisik proses alih fungsi hutan di Riau lewat Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan atau Zulhas pada pemeriksaan Jumat (14/2/2020) hari ini.

Zulhas tadi diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait revisi alih fungsi hutan di Riau tahun 2014 untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka korporasi PT Palma Satu. Palma Satu merupakan anak usaha dari PT Duta Palma Group. Saat kasus suap ini terjadi, diketahui Zulhas menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

"Pengetahuan Pak Zulkifli terkait bagaimana proses alih fungsi hutan saat itu, saat beliau menjabat Menteri Kehutanan 2014," ungkap Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (14/2/2020) malam.

Usai diperiksa selama 5 jam, Zulhas mengklaim tak memberi izin kepada PT Palma Satu untuk mengalihfungsikan guna hutan di Riau. Ali mengatakan, keterangan Zulhas tentu jadi alat bukti untuk penyidik membuktikan unsur-unsur yang dipersangkakan kepada Wakil Ketua MPR itu.

Baca: Shandy Aulia Putuskan Absen Sementara dari Dunia Hiburan, Ingin Fokus Urus Claire Herbowo

Baca: Lucinta Luna Ketahuan Pakai Tramadol dan Riklona, Obat Jenis Apa Itu? Ini Kegunaan Sebenarnya

"Nanti ada di kesimpulan berkas perkara yang ada sebagai bahan penyusunan surat dakwaan yang akan dibuktikan di persidangan," kata Ali.

Namun keterangan berbeda sempat dilontarkan mantan Gubernur Riau Annas Maamun. Pria yang tengah menjalani hukuman dalam kasus ini mengaku pernah menemui Zulhas di rumah dinasnya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Annas mengaku menitipkan permohonan alih status hutan Riau kepada Zulkifli.

"Saya bilang, 'Pak, permohonan kami sudah masuk.' Lalu dibalas, 'Ya nanti kami pelajari'. Yang ngomong nanti kami pelajari ya itu si Zulkifli," kata Annas di KPK, Kamis (19/12/2014).

Ketika dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan Annas April 2015, Zulhas mengaku menandatangani surat keputusan tersebut berdasarkan usulan dari Pemerintah Daerah Proivinsi Riau yang diajukan pada tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012.

Saat itu, Jaksa Penuntut Umum mencecarnya dengan berbagai pertanyaan mengenai terbitnya Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673 tahun 2014 tentang tata ruang di Provinsi Riau. Kata Zulhas kala itu, alasan menerbitkan Surat Keputusan itu lantaran sudah 20 tahun lebih tata ruang Provinsi Riau tidak kunjung selesai.

Ali mengatakan, hal yang wajar jika keterangan saksi berbeda satu sama lain. Dia memastikan tim penyidik akan terus menggali dari keterangan saksi lain sehingga memperkuat pembuktian kasus ini. Tak tertutup kemungkinan, KPK akan kembali memeriksa Annas Maamun dan mengkonfrontir pernyataan Zulhas.

"Saya kira, segala kemungkinan bisa saja akan dilakukan ketika penyidik membutuhkan itu," ujar Ali.

KPK telah menetapkan tiga tersangka pemberian hadiah atau janji pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau kepada Kementerian Kehutanan pada 2014. Tiga tersangka itu adalah PT Palma; Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta; dan Surya Darmadi.

KPK menyangka ketiga pihak itu menyuap Annas Rp3 miliar untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan. Dengan begitu, produk perusahaan sawit tersebut mendapat predikat Indonesian Suistanable Palm Oil yang bisa diimpor ke luar negeri.

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung kemudian menjatuhkan vonis kepada Annas hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan Annas terbukti menerima suap dari pengusaha Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut. Gulat dan Edison meminta area kebun sawit di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas 1.188 hektare, Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas 1.124 hektare, serta Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 hektare masuk ke dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau.

Selain itu, Annas terbukti menerima hadiah uang sebesar Rp500 juta dari Gulat agar memenangkan PT Citra Hokiana Triutama milik Edison dalam pelaksana proyek pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Riau.

Namun dakwaan ketiga yang mendakwa Annas telah menerima uang Rp3 miliar untuk melicinkan lokasi perkebunan di empat perusahaan di Kabupaten Indragiri Hulu dianggap tidak terbukti. Hukuman Annas diperberat menjadi 7 tahun penjara di tingkat kasasi.

Di tengah proses penyidikan pengembangan kasus itu, Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 23/G tahun 2019 tentang pemberian grasi tanggal 25 Oktober 2019. Kepres itulah yang mendasari pemberian grasi untuk Annas. Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini