Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hermawan Susanto alias Wawan, terdakwa kasus kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden memilih tidak berkomentar atas tuntutan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU).
JPU menuntut Hermawan selama lima tahun penjara. Sidang beragenda pembacaan tuntutan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Senin (17/2/2020).
"No comment," kata Hermawan, saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Baca: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem 17-19 Februari 2020, Hujan Disertai Petir di Jabodetabek hingga Papua
Dia menyerahkan kepada tim penasihat hukum mengenai rencana mengajukan nota pembelaan atas keberatan terhadap tuntutan yang dijeratkan jaksa.
Baca: Pengungkapan Klinik Aborsi Ilegal di Jakarta Pusat, Janin Disiram dengan Bahan Kimia
"Insya Allah (melakukan pembelaan,-red), tetapi dari penasehat hukum saja, mungkin bisa tanya langsung," kata Hermawan.
Sementara itu, penasihat hukum Hermawan, Abdullah Alkatiri mengatakan akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada Selasa (25/2/2020).
Baca: Keluarga Lina Jubaedah Sebut Teddy Pardiyana Pembohong
"Kami akan tanggapi ini untuk bikin nota pembelaan minggu depan. Iya, dia bilang menyerahkan semuanya kepada kami. Dia tidak ada pembelaan pribadi jadi murni dari Penasehat Hukum," kata dia.
Dia menilai pasal 104 juncto pasal 110 ayat (2) KUHP yang dijeratkan kepada kliennya itu tidak tepat karena pasal pemberatnya tidak sesuai perbuatan yang dilakukan oleh Hermawan.
Menurut dia, perbuatan Hermawan hanya sekedar spontanitas.
"Yang dimaksud makar itu harus ada perbuatan permulaan. Niat dan perbuatan permulaan. Itu kan ga ada, spontan dan tidak ada dia menyerang, tidak ada bawa senjata, dan sebagainya," ujarnya.
Sehingga, dia optimistis nota pembelaan pada saat dibacakan dapat membebaskan kliennya karena pasal yang dijeratkan JPU dirasa tidak sesuai.