TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan RUU omnibus law Cipta Kerja selalu diwarnai dengan polemik.
Belum selesai aksi protes masyarakat, kini satu di antara pasal dalam draf RUU omnibus law tersebut mendapatkan kritik.
Temuan tersebut terdapat pada Pasal 170 RUU Cipta Kerja.
Dalam hal itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki kewenangan dalam mengubah UU lewat Peraturan Pemerintah (PP).
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan soal kritikan tersebut.
Mahfud MD mengaku belum mengetahui perihal isi dari pasal tersebut.
Sehingga ia akan mengecek dan mempelajari draf Omnibus Law Cipta Kerja yang dimaksud.
"Coba nanti dipastikan lagi deh, saya tidak yakin kok ada isi UU bisa diganti dengan PP (Peraturan Pemerintah)," ujarnya yang dikutip dari Kompas.com.
"Coba nanti dicek dulu ya, pasal berapa? Nanti saya cek," imbuhnya.
Kendati demikian, Mahfud MD menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah tidak dapat digunakan untuk mengganti atau mengubah undang-undang.
Sementara UU hanya bisa diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
Namun harus diingat bahwa hal itu juga harus berdasarkan kebutuhan atau memenuhi syarat tertentu.
"Prinsipnya begini, prinsipnya tak bisa sebuah UU diubah dengan PP atau Perpres. Kalau dengan Perppu bisa," ujarnya yang dikutip dari Tribunnews.com.
Sehingga adanya temuan dalam Pasal 170 draf Omnibus Law Cipta Kerja ini, Mahfud MD menduga ada kekeliruan saat mengetik.
"Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu," ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, sebaiknya pasal tersebut disampaikan ke DPR dalam proses pembahasan.
"Oleh sebab itu, kalau ada yang seperti itu disampaikan saja ke DPR dalam proses pembahasan," kata Mahfud MD.
Baca: Ketua MK Luruskan Pandangan Sejumlah Pihak Terkait RUU Omnibus Law
Dikutip dari Kompas.com, sebelumnya temuan ini disampaikan oleh Koordinator Divisi Advokat Sindikasi, Nuraini.
Ia menilai Pasal 170 dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja ini telah menyalahi tata perundang-undangan.
"Jelas menyalahi aturan tata perundangan kita, di mana posisi UU itu di atas PP, tapi lewat Omnibus Law pasal 170 PP di atas UU," kritiknya.
Tak hanya itu, Nuraini mengaku khawatir dengan adanya wewenang pemerintah yang dapat mengubah UU melalui PP.
Ditakutkan hal ini akan dapat membuat kesimpang siuran.
"Apalagi kalau nanti PP itu diatur menjadi peraturan kementerian. Jadi tiap menteri itu bisa mengubah UU, bayangkan," imbuhnya.
Draf Omnibus Law Telah Sampai di Tangan DPR
Diberitakan sebelumnya, pemerintah telah menyerahkan draf dan surat presiden (surpres) RUU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR RI pada Rabu (12/2/2020).
Draf dan surpres diserahkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, kepada Ketua DPR, Puan Maharani, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Dalam kesempatan ini Pak Menko dan para menteri menyampaikan bahwa Omnibus Law Cipta Kerja akan terdiri dari 79 UU, 15 bab, dengan 174 pasal yang akan dibahas di DPR," ujar Puan yang dikutip dari Kompas.com.
Dalam kesempatan itu, Puan juga menuturkan draf tersebut akan dibahas dengan melibatkan tujuh komisi di DPR.
Puan pun menegaskan kini Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja berubah menjadi RUU Cipta Kerja.
Baca: Fakta RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Bonus Pekerja Capai 5 Kali Gaji, Uang Penghargaan Dipangkas
Sementara itu, RUU Omnibus Law yang memuat aturan tentang perpajakan dan cipta lapangan kerja masih menuai pro kontra di masyarakat.
Rabu lalu, buruh dari berbagai elemen turun ke jalan berunjuk rasa menolak Omnibus Law.
Mereka menilai aturan baru ini bisa merugikan buruh.
Tapi bagi pemerintah, Omnibus Law ini bisa menjadi angin segar untuk dunia investasi dan manufaktur, serta dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan ekonom. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Fahdi Fahlevi, Kompas.com/Dian Erika Nugraheny/Haryanti Puspa Sari/Tsarina Maharani)