TRIBUNNEWS.COM - Melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pemerintah menyatakan akan menanggung PPh 21 selama 6 bulan.
Hal ini merupakan bagian dari paket stimulus kebijakan pemerintah dalam mencegah perlambatan ekonomi lebih jauh akibat wabah virus corona.
Kendati demikian, perusahaan atau kayawan tidak perlu memotong pajak penghasilannya.
"Pada dasarnya tadi disampaikan, paket stimulus fiskal terdiri dari beberapa hal yang saya sampaikan, mengenai PPh 21, yang akan ditanggung pemerintah untuk industri," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Baca: Login DJP Online di djponline.pajak.go.id, Ini Panduan Lapor SPT Tahunan 2020 Melalui Efilling
Baca: Apa Itu PPh 21? Berikut Penjelasan Lengkap dan Aturan Wajib bagi Pemberi dan Penerima Upah Kerja
Sri Mulyani menjelaskan, stimulus ini merupakan satu dari empat kebijakan terkait insentif fiskal yang bakal ditelurkan pemerintah.
Sementara kebijakan lain yakni penangguhan pembayaran untuk PPH Pasal 22, PPh pasal 25 serta restitusi dipercepat untuk Pajak Penghasilan (PPN).
Sri Mulyani menegaskan, paket stimulus tersebut akan berlaku selama enam bulan setelah diundangkan.
Lantas, bagaimana aturan penetapan PPh 21?
Berikut petunjuk umum penghitungan PPh pasal 21 untuk pegawai tetap dan Tidak Tetap yang Tribunnews kutip dari Lampiran Peraturan DJP nomor PER-32/PJ/2015:
Penghitungan PPh 21 untuk Pegawai Tetap
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dibedakan menjadi 2 (dua):
- Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap Masa Pajak, yang dilaporkan dalam SPT Masa PPh Pasal 21, selain Masa Pajak Desember.
- Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 Al atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember.
Penghitungan kembali ini dilakukan pada bulan di mana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun, bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender.