Lalu yang ketiga adalah hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.
Melihat Perpu tersebut, Bhima menilai opsi darurat sipil tidak sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini jika dilihat dari perspektif ekonomi.
Karena menurutnya, kehadiran negara sangat berbeda antara opsi darurat sipil dan karantina wilayah.
"Jadi dalam perspektif ekonomi, darurat sipil jelas lebih buruk dari karantina wilayah karena kehadiran negara sama sekali berbeda di dua kebijakan yang kontras itu," tegas Bhima.
Lebih lanjut ia melihat pemerintah cenderung menghindari opsi karantina wilayah yang merujuk pada Undang-undang (UU) Kekarantinaan Kesehatan Tahun 2018 tentang kewajiban pemerintah memenuhi kebutuhan dasar bagi rakyatnya jika terjadi kondisi yang disebabkan munculnya wabah penyakit.
"Pemerintah seakan menghindari tanggung jawab pemenuhan kebutuhan pokok," kata Bhima.
Baca: Pantau Pergerakan Pemudik di Tengah Pandemi Virus Corona, Desa Diminta Buat Pos Jaga Gerbang
Pemerintah memang saat ini memilih untuk menggunakan opsi darurat sipil dibandingkan karantina wilayah.
Padahal sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani UU Kekarantinaan Kesehatan Tahun 2018 untuk menjadi payung hukum dalam upaya penanggulangan wabah penyakit.