Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik Ari Junaedi menilai langkah Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra yang mendompleng surat berkop sekretariat kabinet untuk memasarkan perusahaan pribadinya PT Amartha sangat memalukan.
Selain merusak nama kelembagaan, aksi tidak terpuji ini juga mengundang sinis terhadap cara Istana menangani kasusnya.
Tenaga Ahli Itama Kantor Staf Presiden Donny Gahral menyebut Istana telah melakukan teguran keras.
Baca: Kontak Dengan Dokter yang Positif Covid-19, Seluruh Tenaga Medis di Lapas Salemba Dipulangkan
Baca: BMKG: Peringatan Dini Cuaca Hari Ini, Rabu 15 April 2020: Waspada Hujan Lebat di 22 Wilayah
Baca: Prilly Latuconsina Tetap Berikan Gaji dan THR Karyawan, Tak Pikirkan Keuntungan Saat Wabah Corona
Namun, di mata Ari Junaedi, langkah tersebut terbilang sekedar basa-basi.
Apa yang dilakukan Andi Taufan jelas sangat tercela.
Berbungkus momentum penanganan covid-19, Andi dinilai menggunakan kedudukannya untuk kepentingan pribadi.
"Dengan mendompleng institusi negara sungguh tidak bisa dimaafkan hanya dengan teguran.
Harusnya Presiden Jokowi memecat sekaligus membubarkan saja keberadaan staf khusus yang tidak ada gunanya. Lebih baik anggaran untuk staf khusus dialihkan ke penanganan covid-19," kata Ari dalam keterangannya, Rabu (15/4/2020).
"Presiden terlalu banyak staf dan keberadaannya justru "merecoki" fungsi lembaga lain," tambahnya.
Sejak awal, lanjut Ari, dirinya melihat pembentukan staf khusus ini hanya menampung keberadaan kaum millenial.
"Tetapi seharusnya tidak dalam posisi staf khusus. Ini periode terakhir masa jabatan kedua dari Jokowi. Aura Istana tidak sedang dalam kampanye," ujar Ari Junaedi.
Bagi peraih penghargaan Sertificate of Merit 2014 dari WCO ini, tingkah pola Staf Khusus Andi Taufan di kala mewabahnya pandemi corona sangat berimbas negatif pada keseriusan Jokowi dalam memerangi wabah Covid-19.
Langkah terbaik yang harus dilakukan Jokowi, menurut Ari, yakni memecat Andi Taufan serta membubarkan keberadaan staf khusus.
Namun akan lebih elok jika Andi Taufan sendiri yang mundur.
"Klaim Amartha yang mengaku bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal & Transmigrasi juga harus diusut tuntas. Apakah pola kerjasamanya dilakukan secara benar atau menggunakan jalur potong kompas," jelas Ari Junaedi.