Anggota Komisi X DPR RI tersebut mengatakan, apabila hingga akhir tahun wabah belum usai, tentu tidak mungkin untuk memaksakan anak-anak untuk kembali pada kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Namun jika pandemi Covid-19 sudah selesai, alangkah baiknya pihak-pihak terkait sudah
mempersiapkan materi bagi siswa.
Di sisi lain, Hetifah menyebutkan, akan lebih baik pengambilan kebijakan Kemendikbud ke depannya didasari oleh hasil evaluasi dari proses Belajar Di Rumah selama beberapa bulan terakhir.
"Saya sebenarnya ingin dengar dari Pak Hamid (Dirjen PAUD Dikdasdikmen Hamid Muhammad, - red)
dalam beberapa bulan ini evaluasi pembelajaran di rumah itu bagaimana, supaya kita mengambil
keputusan dengan tepat," kata dia.
"Misal kita perlu fasilitasi apa sih? Kan ada yang daerah pedalaman tidak terlalu dampak Covid-19, tapi dia nggak bisa akses internet atau bahkan tidak bisa mengakses TVRI. Nah terus mereka bagaimana nih? Itu yang belum kita dapat ya, semacam sensus," imbuhnya.
Hetifah menegaskan mendukung skenario jangka panjang, sehingga nantinya bisa mempersiapkan lebih dini untuk segala kemungkinan.
"Intinya sih oke.kita senang kalau ada pemikiran yang lebih jangka panjang. Tapi kalau bisa, coba
dievaluasi juga terkait situasi sekarang seperti apa. Karena sepertinya masih banyak kekurangan juga
yang harus diperbaiki, harus ditambal," tandasnya.
Banyak Anak Stres Belajar di Rumah
Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengungkapkan banyak
anak-anak yang mengalami stres setelah menjalani pembelajaran oleh orang tua di rumah.
Selama pandemi corona, sekolah di tanah air menerapkan kebijakan belajar dari rumah (BDR).
"Banyak anak anak yang mengalami stres, tertekan. Salah satunya adalah kadang di dalam cara orang tua menghadapi putra putri tercinta para orang tua sekarang harus menjadi guru tiba-tiba di dalam rumah," ujar Seto di Kantor BNPB, Sabtu (25/4/2020).
Menurut Kak Seto, para anak-anak tertekan karena cara orang tua yang melakukan pemaksaan dalam
memberikan pembelajaran agar anaknya mengerti.
"Dan kemudian mencoba untuk menjelaskan, menerangkan, kadang kadang memaksa hal ini dicapai
oleh putra putri sendiri sehingga akhirnya yang muncul adalah anak-anak tertekan," ucap Seto.
Seto mengatakan, beberapa anak menginginkan kembali diajar oleh guru-guru mereka. Cara pengajaran
para guru yang lebih persuasif dan kreatif membuat anak-anak nyaman untuk diajar.
"Beberapa rindu kembali ke sekolah, bertemu dengan ibu guru atau bapak guru yang menjelaskannya
((fahdi/vincentius/tribunnetwork/cep)