"Jadi jangan bermain-main dengan informasi hoaks di tengah masyarakat yang sedang menghadapi pandemi Covid-19 ini," paparnya.
Kasus pertama katanya Subdit IV Tipid Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengamankan AOI dari lokasi kerjanya di Kelurahan Babakan Madang, Bogor, Provinsi Jawa Barat, pada 25 Maret 2020.
AOI yang merupakan karyawan swasta kata Yusri terbukti telah menyebarkan informasi hoaks berupa gambar dan tulisan ke media sosial, terkait isu lockdown dengan judul "DATA TOL YANG DITUTUP ARAH DKl JAKARTA” sembari mencantumkan logo Polda Metro Jaya dan logo Fungsi Biro Operasional Kepolisian.
"Informasi sesat yang disebarkannya sempat viral dan membuat masyarakat resah," kata Yusri.
Kasus kedua tambah Yusri, adalah Polres Kota Bandara Soekarno-Hatta membekuk RAF di kediamannya di Tanjung Priok pada tanggal 25 Februari 2020.
Tersangka RAF kata dia merupakan pembuat sekaligus penyebar hoaks terkait penyebaran Virus Corona di Bandara Soekarno Hatta ke media sosial.
Informasi hoaks dibuat RAF berupa gambar atau foto perempuan terbaring di area Terminal Bandara Internasional Soekarno Hatta, dengan disertai narasi bahwa perempuan itu telah terpapar Virus Corona dengan judul 'Virus Corona Masuk Soekarno Hatta'.
Selain itu RAF menyertakan kutipan berita dari salah satu Media Online Nasional terkair Corona untuk mempertegas informasi hoaksnya.
"Dari hasil penyelidikan, ditemukan fakta bahwa kejadian pada foto yang diunggah tersangka adalah kejadian pada tanggal 26 Februari dimana wanita tersebut atas nama RR yang mengalami gagal jantung pada saat akan berangkat menuju Jeddah Arab Saudi untuk melaksanakan Umrah," kata Yusri.
Dari fakta itu katanya disimpulkan, bahwa informasi yang disampaikan RAF adalah hoaks.
"Tersangka RAF profesinya adalah mekanik bengkel," kata Yusri.
Kasus ketiga yang diungkap tambah Yusri, yakni aparat Polres Jakarta Timur membekuk A, karyawati di salah satu tenant di Pusat Grosir Cilitan (PGC) karena sudah menyebarkan video hoaks mengenai adanya karyawan PGC yang disebutnya terpapar Corona.
"Tersangka membuat rekaman video berdurasi 20 detik yang isinya ada seorang karyawati PGC yang dibawa mobil ambulan dalam keadaan pingsan.
"Dalam video itu tersangka mengatakan karyawan itu terpapar Virus Corona dan berharap PGC ditutup," kata Yusri.
Jadi katanya dalam rekaman video seolah-olah telah ada korban Virus Corona di PGC, yang membuat resah masyarakat.
Apalagi kata dia objek yang direkam tersangka adalah karyawan toko handphone Central atas nama Yana.
"Padahal karyawan yang pingsan itu memang sakit dan sudah sering mengalami sesak nafas. Jadi bukan terpapar Corona," kata Yusri.
Karenanya kata dia pihaknya menangkap A pekan lalu serta menahannya.
Kasus keempat kata Yusri juga diungkap Polres Jakarta Timur.
Aparat membekuk Hetriyadi (45) alias Buyung, kurir PT Indocom di rumahnya di Jalan Harapan 3A RT.06/RW10, Cipinang Melayu, Minggu (29/3/2020).
Tersangka Hetriyadi kata Yusri membuat dan menyebarkan video hoaks yang viral tentang adanya penutupan akses Jalan Inspeksi Tarum Barat Kali Malang, akibat lockdown di Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
"Dalam video tersebut pelaku mengatakan 'BOS, LAPORAN BOS, CIPINANG MELAYU AKSES SUDAH DITUTUP LOCKDOWN, SEMUA PINTU DITUTUP, SUDAH TIDAK BISA UNTUK BEBAS KELUAR MASUK, SUDAH DITUTUP SECARA PERMANEN SAMPAI WAKTU YANG TIDAK BISA DITENTUKAN'," jelas Yusri.
Padahal kata Yusri fakta di lapangan penutupan jalan itu adalah jalan lingkungan atau akses ke Jalan Kampung Bayur oleh pengurus RT/RW yang dikerjakan oleh PT Wika.
"Namun penutupan tidak dilakukan secara permanen dan keseluruhan, melainkan dilakukan penutupan sementara dan tetap disiapkan satu jalur untuk keluar masuk kendaraan.
"Penutupan tersebut dilakukan oleh warga karena ada 1 warga yang berstatus ODP," kata Yusri.
Karenanya kata dia informasi yang disampaikan Hetriyadi adalah sesat dan sangat meresahkan warga.
Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Iwan Kurniawan mengatakan dari tangan pelaku disita barang bukti berupa handphone yang dipakai untuk merekam video, membuat informasi hoaks sekaligus menyebarkannya ke media sosial atau melalui pesan WhatsApp.
Karena perbuatannya kata Iwan para pelaku dijerat Pasal 28 ayat (1) Jo pasal 45A ayat (1) dan/atau pasal 32 ayat (1) Jo pasal 48 ayat (1) dan/atau pasal 35 Jo 51 ayat (1) UndangUndang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang lnformasi Dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 Miliar," katanya.
Serta kata Iwan dijerat pula dengan Pasal 14 ayat 1 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. "Dengan ancaman pidana penjara 10 tahun," katanya.