TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - YouTuber Ferdian Paleka akhirnya berhasil ditangkap aparat kepolisian setelah sekira 4 hari buron.
Dia yang membuat konten prank sampah itu ditangkap di Tol Tangerang-Merak.
Baca: Video Bullying Ferdian Paleka Beredar di Medsos, Imbasnya Petugas Jaga Bakal Diberi Sanksi
Aparat kepolisian pun membawa Ferdian Paleka dan menahannya di ruang tahanan Polrestabes Bandung.
Belum lama mendekam di sana, Ferdian Paleka diduga mengalami perundungan atau bullying di dalam sel.
Peristiwa perundungan tersebut terekam dan tersebar di media sosial hingga viral.
Hanya Pakai Celana Dalam
Video yang beredar di media sosial berdurasi sekira 49 detik.
Dalam video tersebut, terlihat kepala Ferdian Paleka sudah plontos.
Dia hanya mengenakan pakaian dalam.
Dia tidak sendiri, melainkan bersama temannya menghadapi perundungan.
Dia dan rekannya diminta untuk push-up, sementara di sekelilingnya sejumlah tahanan Polrestabes Bandung mengamati mereka.
Sesekali ada kontak fisik yang dilakukan tahanan lain terhadap Ferdian Paleka.
Ada dialog yang terdengar dari video tersebut menggunakan dialeg bahasa daerah.
Ferdian Paleka Cs Dipindah Selnya
Kapolrestabes Bandung Kombes Ulung Sampurna Jaya, membenarkan kabar itu, saat ditemui awak media di Jaya di Jalan Merdeka, Sabtu (9/5/2020).
Sebelumnya beredar di media sosial video perundungan yang menimpa YouTuber prank sampah tersebut.
Tampak Ferdian yang kepalanya sudah botak, bertelanjang dan hanya mengenakan celana dalam.
Di tahanan, dia juga dimasukkan ke tempat sampah bersama dua temannya, Aidil dan TB Fachnidar yang juga telanjang dan sudah botak.
Di sekilingnya, terlihat sejumlah tahanan Mapolrestabes Bandung.
"Saat ini dia dipisahkan ruangannya dengan tahanan lain sampai menunggu situasi aman. Kondisi tiga tahanan aman, tidak berkurang satu pun," ujar Ulung Sampurna.
Ia mengakui perbuatan perundungan itu direkam oleh sesama tahanan yang ternyata kedapatan membawa ponsel ke dalam tahanan.
Padahal, selama wabah virus corona, kunjungan tahanan dihentikan sementara kecuali untuk mengirim makanan.
"Rekaman itu didapat dari ponsel seorang tahanan. Ponsel diselundupkan ke dalam dengan makanan yang dititipkan pembesuk. Ponsel sudah diamankan," katanya.
Gara-gara kasus ini, polisi yang bertugas menjaga dan mengawal tahanan harus mempertanggungjawabkannya.
"Kami periksa anggota yang jaga, termasuk atasannya untuk pertanggungjawabkan kejadian ini," katanya.
Ditanya soal motif di balik perundungan terhadap Ferdian, Aidil, dan TB Fachnidar yang heboh karena kasus prank sembako sampah pada waria, Ulung menyebut, para tahanan tidak menyukai perbuatan ketiganya.
"Benar ada kejadian tersebut. Para tahanan tidak suka perlakuan pelaku memberikan makanan sampah sehingga mereka melakukan per-bully-an terhadap Ferdian cs," ujar Ulung.
ICJR Soroti Kekerasan di Dalam Sel
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, mengatakan pihaknya tidak mentolerir segala bentuk penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusiawi lainnya.
Menurut dia, penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusiawi terhadap setiap orang terutama tersangka telah dilarang secara tegas baik oleh hukum nasional maupun internasional.
"Aparat seharusnya dapat melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan menjauhi segala tindak tanduk yang dapat mengarah pada dugaan penyiksaan, tindakan merendahkan, serta tidak manusiawi khususnya terhadap tersangka atau pelaku kejahatan," kata dia, Sabtu (9/5/2020).
Tindakan merendahkan dan tidak manusiawi terhadap setiap orang diatur di Konvensi Anti Penyiksaan yang diratifikasi oleh Indonesia melalui UU No. 5 tahun 1998 serta UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Bahkan, Polri melalui Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga telah tegas mengatakan agar praktik penyiksaan tidak terjadi dengan cara memerintahkan agar tersangka diperlakukan dengan baik dan hak asasi manusia yang melekat pada dirinya juga harus tetap dihormati.
"Hingga saat ini belum diketahui secara pasti oknum yang menjadi dalang kejadian dalam video tersebut, namun ICJR pertama-tama perlu menekankan agar dugaan perlakuan tidak manusiawi tersebut perlu diusut secara tuntas apabila kemudian diketahui benar terjadi di area institusi kepolisian," tambahnya.
Ferdian Paleka Diberi Sanksi Sosial
Erasmus A. T. Napitupulu mendorong aparat kepolisian menerapkan sanksi sosial untuk menghukum YouTuber Ferdian Paleka.
Menurut dia, sanksi sosial berupa memberikan sembako kepada korban dan kelompok minoritas lainnya yang termarjinalkan. Atau, meminta pelaku meminta maaf kepada korban.
"Upaya-upaya restoratif tersebut untuk memupuk rasa tanggung jawab pelaku sambil juga memulihkan korban, bukan malah membiarkan terjadinya perlakuan tidak manusiawi kepada pelaku," kata dia, Sabtu (9/5/2020).
Dia menilai penggunaan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik keliru diterapkan dalam kejadian ini.
Hal ini, karena perbuatan merendahkan kelompok minoritas transpuan tidak memenuhi unsur-unsur pidana dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Meskipun berbeda pandangan, pihaknya tetap menghormati proses hukum terutama untuk melindungi kelompok minoritas transpuan yang sering mendapat perlakuan tidak manusiawi dan diskriminatif.
"Kami tidak mentolerir segala bentuk penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusiawi lainnya yang dilarang oleh hukum," ujarnya.
Hanya saja, pihaknya meminta aparat kepolisian tidak melakukan penyiksaan maupun tindakan merendahkan dan tidak manusia terhadap setiap orang terutama tersangka.
Pihaknya menerima informasi pada Sabtu, 9 Mei 2020, beredar video yang berisi beberapa orang menyuruh Ferdian beraktivitas fisik berupa push up dan squat jump serta mengatakan kata-kata memaki diri sendiri. Selain itu Ferdian terlihat dimasukkan ke tempat sampah yang dikelilingi banyak orang sambil memaki.
"Aparat seharusnya dapat melaksanakan amanat peraturan perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan menjauhi segala tindak tanduk yang dapat mengarah pada dugaan penyiksaan, tindakan merendahkan, serta tidak manusiawi khususnya terhadap tersangka atau pelaku kejahatan," tambahnya. (Tribunnews.com/Kompas.com/Tribun Jabar)