Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan 31 nama-nama calon duta besar RI kepada DPR.
Dari daftar tersebut, terdapat nama-nama relawan dan politikus dari partai politik pendukung Jokowi dalam Pilpres 2019 silam.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menilai 'bagi-bagi kue kemenangan' melalui pembagian pos di duta besar sangatlah tidak etis.
Baca: Jadi Penyumbang Kasus Corona Terbesar, BNPB Usul PSBB se-Pulau Jawa
"Menjadikan pos duta besar sebagai pos 'bagi-bagi kue kemenangan' pada relawan dan partai pendukung adalah tindakan yang tidak etis," ujar Mardani, ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (12/5/2020).
Anggota Komisi II DPR RI tersebut menegaskan posisi duta besar lebih berhak diisi oleh pejabat karir daripada diisi dengan niat balas jasa.
Alasannya, kata dia, jabatan tersebut merupakan ujung tombak diplomasi yang tak mementingkan politik semata, tapi juga ekonomi dan budaya.
Baca: KPK Eksekusi Mantan Presdir Lippo Cikarang ke Lapas Sukamiskin
"Sudah saatnya kita lebih mempercayakan pada tokoh berpengalaman dan memiliki rekam jejak diplomasi yang baik," katanya.
"Selain itu semua mesti ikut mengawasi saat fit and proper test, terkait kualitas dan kapasitas calon yang diajukan," tambah Mardani.
Sebelumnya diberitakan, Komisi I DPR telah menerima 31 nama calon duta besar untuk ditempatkan ke negara-negara sabahat.
Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, setelah menerima nama calon duta besar dari Presiden Joko Widodo, Komisi I akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan pada Juni 2020 atau setelah perayaan Idul Fitri.
Baca: Rayakan 20 Tahun Teknologi Hybrid, Toyota Siapkan 2.000 Unit Prius 2020 Edition
"Rabu besok kan sudah mulai reses, kemungkinan habis lebaran dilaksanakan fit and proper test," ucap politikus PPP saat dihubungi Tribun, Jakarta, Senin (11/5/2020).
Syaifullah menyebut, uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan Komisi I terhadap calon duta besar Indonesia untuk negara sahabat, sebagai bahan pertimbangan Presiden.
"Kami bisa sampaikan ini tidak layak atau layaknya di negara ini. Tapi, semua keputusan ada di tangan presiden, kami hanya memperberikan pertimbangan," tutur Syaifullah.