Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Serikat Pekerja Perikanan Indonesia (SPPI) menemukan adanya pelanggaran yang dialami anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja di kapal Long Xin 629.
Ketua Presidium SPPI, Achdianto Ilyas Pangestu menyampaikan ada banyak aturan yang dilanggar terkait kasus ABK Long Xin 629.
Satu di antaranya terkait perjanjian kerja laut (PKL) yang tidak ada standar.
Baca: Kecam Kasus Eksploitasi ABK WNI, SPPI Ungkap Banyak Terjadi Pelanggaran di Atas Kapal
Dalam talk show online dengan Monitor, Jumat (15/5/2020) Ilyas mengatakan PKL yang ditandatangani ABK Indonesia adalah PKL yang ditandatangani ABK dengan maning agensi, bukan pemberi kerja.
"Jadi maning agensi di Indonesia menandatangani perjanjian kerja tetapi maning agensi di Indonesia ini juga tidak langsung berhubungan dengan pemilik kapal tetapi melalui satu agensi lagi di luar negeri, dalam kasus ini melalui agensi yang ada di Beijing," ujarnya.
Kemudian tidak adanya pengesahan dari PKL itu oleh pihak yang bertanggung jawab di PKL.
Baca: Gaji dan Asuransi Belum Dibayar, Kasus Perbudakan ABK Dilaporkan ke PBB
Kebanyakkan dari ABK tidak mengerti, bahkan tidak mengerti sama sekali tentang pekerjaan apa yang akan mereka lakukan di atas kapal.
“Dari kasus Long Xin 629, ada beberapa dari mereka memang lulusan SMK kelautan dan perikanan. Secara di atas kapal memang mereka bisa mengausai, namun secara teknis tidak, karena ini membutuhkan mental,” ujar Ilyas.
Baca: Menlu RI Minta Tiongkok Usut Tuntas Kasus Eksploitasi ABK Asal Indonesia
Terkait gaji para ABK Long Xin 629, bahkan Ilyas menemukan fakta tidak ada nominal yang pasti gaji yang diberikan untuk para ABK.
"Dari kasus ini sebetulnya banyak yang dilanggar, pelanggaran yang pertama terkait dengan PKL yang tidak ada standarnya. Bahkan saya konfirmasi kepada perusahaan tidak ada kata pasti di situ. Yang ditanyakan adalah kalau non gaji antara 300-350 kalau x gajinya 450-500, ini kan tidak ada kepastian hukum," ujarnya.
Ilyas bersyukur kasus ini dapat mencuat dan menjadi viral di internasional.
Kasus ABK WNI Long Xin menjadi pressure penekanan yang lebih kuat karena SPPI ingin kasus ini jadi perhatian dunia.
Perwakilan SPPI di Korea Selatan secara sengaja ingin menjadikan kasus ABK Long Xin ini diangkat media di Korea Selatan sehingga mendapatkan perhatian masyarakat yang lebih luas.