Sebab faktanya, banyak warga yang melanggar aturan saat diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Baca: Jokowi Minta Jajarannya Siapkan Jaring Pengaman Sosial Bagi 2,7 Juta Petani dan 1 Juta Nelayan
Baca: Tengah Malam, Warga di Jagakarsa Dikagetkan Kemunculan Ular Sanca 3 Meter di Atas Pagar
Baca: iPhone 12 Dikabarkan Rilis November, Apple Tak Lagi Bergantung Pada Samsung
"Andaikan TNI dan Polri diterjunkan sebagai pengawas nantinya, apa ada jaminan rakyat bakal patuh? Sementara sosialisasi new normal masih minim. Ini malah bisa menimbulkan konflik antara rakyat dan aparat, apalagi bila landasan hukumnya belum jelas," kata TB Hasanuddin kepada Tribunnews, Kamis (28/5/2020).
Hasanuddin mengatakan hingga saat ini belum ada instrumen hukum yang digunakan untuk melibatkan TNI dan Polri dalam melakukan penindakan hukum.
Menurutnya, ada aturan lain yang bisa dioptimalkan seperti UU Keadaan Bahaya. Namun bila digunakan sama saja dengan memberlakukan darurat sipil.
"Belum ada aturan jelas atau payung hukum terkait kewenangan TNI Polri dalam memberikan sanksi pada masyarakat," ujarnya.
Ia menegaskan penerapan new normal tanpa ada persiapan matang tak ada bedanya dengan herd immunity.
Itu artinya menyerahkan rakyat pada seleksi alam, yang kuat bertahan kemudian imun yang lemah akan meninggal dengan sendirinya.
"Itu sama saja dengan membiarkan kematian massal. Membiarkan orang tertular sampai mendapatkan kekebalan secara pribadi. Jika virus terus menyebar, pada akhirnya banyak orang yang akan terinfeksi dan jika mereka bertahan hidup maka menjadi kekebalan sehingga wabah akan hilang dengan sendirinya. Lalu bagaimana mereka yang rentan tertular dan tak mampu bertahan hidup?," ujar dia.
Hasanuddin juga menyoroti semakin minimnya daya tampung rumah sakit rujukan Covid-19.
Ia menilai rumah sakit rujukan Covid-19 masih kewalahan menangani kasus baru.
Sementara itu jumlah yang terkena virus corona terus bertambah dan kurva menunjukkan belum ada tanda-tanda menurun.
"Bisa saja setelah diterapkan kenormalan baru ini akan muncul lonjakan kasus atau gelombang kedua Covid-19," kata dia.
Hasanuddin menilai hingga saat ini pemerintah tak terlalu transparan soal data pasien terkonfirmasi Covid-19.
Menurutnya, tak ada data valid soal berapa yang terinfeksi, berapa yang meninggal, Orang Tanpa Gejala (OTG), Orang Dalam Pengawasan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) atau reaktif.