TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Media Siber Indonesia mengimbau warga yang memiliki sengketa pemberitaan dengan media massa untuk menyelesaikannya melalui mekanisme UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketua Umum AMSI Wenseslaus Manggut dalam rilisnya menyampaikan, setiap pengaduan terhadap media bisa disampaikan pada redaksi untuk memperoleh hak jawab dan koreksi.
Jika dinilai belum memuaskan, warga bisa mengadu ke Dewan Pers untuk dicarikan solusi melalui mediasi.
Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dewan Pers adalah lembaga negara yang berhak memberikan penilaian atas ada tidaknya pelanggaran kode etik jurnalistik serta memberikan sanksi pada media massa.
Baca: Pesawat Listrik Terbesar di Dunia Diterbangkan untuk Pertama Kalinya, Intip Keunikannya
Imbauan ini sekaligus menanggapi kasus kekerasan terhadap wartawan Detikcom yang menulis berita terkait Presiden Joko Widodo.
Korban mengalami intimidasi, doxing, teror, bahkan diancam akan dibunuh.
Kasus ini bermula ketika Detikcom menurunkan berita tentang rencana Presiden Joko Widodo membuka mal di Bekasi, Jawa Barat, di tengah pandemi Covid-19.
Informasi itu berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi.
Belakangan berita itu dikoreksi karena ada ralat dari Kabag Humas Pemkot Bekasi, yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB.
Setelah koreksi itu dipublikasikan, kekerasan terhadap jurnalis Detikcom mulai terjadi.
Identitas pribadi jurnalis itu dibongkar dan dipublikasikan di media sosial, termasuk nomor telepon dan alamat rumahnya.
Jejak digitalnya diumbar dan dicari-cari kesalahannya.
Baca: Sampel Tak Tunjukkan Jejak Virus Corona, Pakar China Sebut Pasar Hewan Wuhan sebagai Korban
Dia juga menerima ancaman pembunuhan melalui pesan WhatsApp.
Serangan serupa ditujukan pada redaksi media Detikcom.