Sebelumnya, keputusan itu diambil dalam rapat kerja virtual antara Komisi II DPR bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Ketua KPU Arief Budiman, Rabu (27/5/2020).
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno melihat ada empat ancaman yang berpotensi terjadi saat pilkada digelar di tengah pandemi Covid-19.
Pertama, ancaman sebaran virus Corona yang kian masif berpengaruh kepada tidak adanya mobilisasi massa.
"Karena kampanye calon dan tim sukses meniscayakan bersentuhan langsung dengan rakyat," kata Adi Prayitno saat dihubungi Tribunnews, Kamis (28/5/2020).
Kedua, ancaman partisipasi yang sangat rendah karena pemilih takut datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Baca: Kepala BKD DKI Sangkal Informasi Pegawainya Kebal dari Kebijakan Pemotongan Tunjangan
"Apalagi ke TPS tak dapat insentif apapun," ujar pengamat politik UIN Jakarta itu.
Ketiga, menurut Adi, sangat berpotensi terjadinya penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) di daerah penyebaran Covid-19.
"Seperti yang terjadi di beberapa daerah, mempolitisasi bansos untuk kepentingan elektoral kandidat," ucapnya.
Baca: Polda Jateng Segera Rampungkan Pemberkasan Dua Tersangka Viral Pembuangan Jenazah ABK Indonesia
Terakhir, profesionalitas penyelenggara pemilu khususnya KPUD dan Bawaslu di daerah bisa terganggu karena wabah membuat jarak yang begitu jauh antar masyarakat.
"Kinerja penyelenggara pemilu bisa jadi tidak maksimal," kata Adi.
Diberitakan sebelumnya, Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan KPU menyepakati penyelenggaraan Pilkada Serentak tetap digelar pada 9 Desember 2020.
Selain itu, Komisi II DPR RI juga menyetujui tahapan Pilkada Serentak 2020 dimulai pada 15 Juni mendatang.
"Tahapan lanjutanya dimulai pada 15 Juni 2020, dengan syarat bahwa seluruh tahapan Pilkada harus dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan, berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19, serta tetap berpedoman pada prinsip-prinsip demokrasi," kata Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.