TRIBUNNEWS.COM - Lettu Aprianto Ismail, pilot pesawat TNI AU jatuh di Kampar, Riau pada Senin (15/6/2020) dilaporkan selamat.
Pilot pesawat BAe Hawk 209 ini disebut selamat karena mengevakuasi diri menggunakan kursi pelontar.
Seperti diberitakan dalam siaran langsung Kompas TV, sang pilot menyelamatkan diri dengan sistem penyelamat kursi pelontar sebelum pesawat mengalami kecelakaan.
Lalu bagaimana cara kerja kursi pelontar yang membuat pilot selamat dalam keadaan darurat kecelakaan?
Inilah penjelasan dari Kol Pnb. Agung Sasongkojati, penerbang F-16 Fighting Falcon dengan callsign "Sharky", juga Paban II Spotdirga TNI AU sekaligus sebagai Kepala Unit Drone FASI (Federasi Aero Sport Indonesia) dikutip dari laman resmi TNI AU.
Baca: Kesaksian Warga yang Melihat Jatuhnya Pesawat TNI AU di Riau: Sudah Ada Api Sebelum Jatuh
Dijelaskan, hampir semua pesawat tempur militer dilengkapi dengan kursi lontar (ejection seat), yang memungkinkan pilot bisa menyelamatkan hidupnya dari pesawat yang rusak atau tak berfungsi; dalam pertempuran atau selama pengujian.
Melontarkan diri dari pesawat yang bergerak dengan kecepatan lebih tinggi dari kecepatan suara (Mach 1.750 mil/jam atau 1.207 km/jam) sangat berbahaya.
Kekuatan lontaran pada kecepatan tersebut bisa mencapai lebih dari 20 kali gaya gravitasi Bumi.
Pada 20G, pilot mengalami gaya 20 kali berat tubuhnya, yang dapat menyebabkan cedera parah, bahkan kematian.
Sangat penting bagi pesawat tempur untuk memiliki kursi lontar.
Kursi lontar merupakan sistem yang kompleks dengan ribuan komponen.
Tujuan dari pemasangannya sederhana: untuk melontarkan penerbang seketika dari pesawat pada jarak yang aman, kemudian membuka parasut, sehingga memungkinkannya untuk mendarat dengan aman.
Untuk memahami bagaimana sebuah kursi lontar bekerja, kita harus memahami beberapa komponen dasar dalam sistem pelontaran.
Semua harus terlaksana dengan benar dalam hitungan detik, dengan urutan tertentu untuk bisa menyelamatkan hidup pilot.
Jika salah satu bagian dari peralatan penting tak bekerja, akibatnya bisa fatal.
Letak kursi lontar di dalam kokpit dan biasanya menempel pada rel vertikal dengan serangkaian roda gulir di tepi kursi.
Selama fase pelontaran, rel berfungsi mengarahkan kursi keluar dari pesawat pada sudut tertentu.
Cara kerja sistem kursi lontar dimulai dengan penerbang menarik handel pelontar.
Selanjutnya, dengan hampir seketika, canopy (kaca penutup) terlontar diikuti roket pendorong meledak dan kursi dilontarkan bergulir pada rel di punggung kursi.
Baca: Pesawat TNI AU BAe Hawk 209 Jatuh di Riau Berjenis Single Seater, Dimiliki TNI sejak 1997
Kursi lontar diaktifkan melalui metode yang berbeda.
Beberapa sistem memiliki pegangan tarik di sisi atau di tengah-tengah kursi.
Lainnya diaktifkan di atas kepala penerbang, yang bila ia menarik handel sekaligus menarik tirai untuk menutupi dan melindungi wajahnya.
Waktu lontaran tak lebih dari empat detik dari waktu handel pelontar ditarik.
Jumlah waktu yang tepat tergantung pada model kursi dan berat badan penerbang.
Pilot Selamat
Pesawat tempur milik TNI AU dikabarkan jatuh di Desa Kubang Jaya, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau, Senin (15/6/2020) pagi.
Kejadian dilaporkan terjadi sekira pukul 08.13 WIB.
Sejumlah petugas telah tiba di lokasi untuk melakukan evakuasi.
Dilansir siaran Kompas TV, Pilot bernama Lettu Aprianto Ismail dilaporkan selamat.
Pilot disebut berhasil selamat menggunakan kursi pelontar sebelum pesawat mengalami kecelakaan.
Baca: BREAKING NEWS: Pesawat TNI AU Jatuh dan Terbakar di Pekanbaru, Hantam Satu Rumah, Tak Ada Korban
Sebelumnya, selamatnya pilot juga disampaikan Kepala Desa Kubang Jaya, Tarmizi.
Dilansir Kompas.com, Tarmizi membenarkan insiden tersebut.
"Iya benar pesawat. Pesawat tempur ini (yang jatuh). Pilotnya selamat," sebut Tarmizi melalui sambungan telepon, Senin.
"Jatuhnya di pemukiman penduduk dan saya sekarang lagi di lokasi," ungkap Tarmizi.
Belum diketahui pasti bagaimana kronologis peristiwa tersebut.
Pengakuan warga, mereka sempat mendengar suara dentuman keras.
Pesawat ini berjenis BAE Hawk 209.
Tak Jauh dari Runway
Sementara itu Kepala Dinas Penerangan TNI AU (Kadispenau) Marsma TNI Fajar Adriyanto mengungkapkan, titik lokasi kecelakaan sekitar 5 kilometer dari titik runway.
"Lokasi kira-kira 5 kilo dari runway. Sekitar Battery Q, Batalyon Arhanud TNI AD," ujar Fajar dilansir Kompas.com, Senin (15/6/2020).
Fajar mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab kecelakaan tersebut.
"Untuk penyebab kecelakaan dan jumlah korban masih dalam investigasi," kata dia.
Tak Ada Korban
Dikutip dari tayangan TvOne, warga setempat mengaku mendengar dua kali ledakan saat kejadian tersebut.
Satu kali ledakan di udara dan ledakan lainnya saat pesawat tersebut menghamtam satu rumah warga.
Proses pemadaman api pun tengah dilakukan oleh pemadam kebarakan setempat.
Lima mobil pemadam dikerahkan untuk memadamkan api di rumah warga yang terhamtam badan pesawat.
Petugas akhirnya berhasil memadamkan api selama kurang lebih 30 menit.
Menurut penuturan warga, mereka memang kerap melihat latihan pesawat tempur di Lanud Roesmin Nurjadin.
Namun, jatuhnya pesawat ini benar-benar di luar perkiraan warga.
Namun, tim identifikasi TNI AU setempat telah menyelidiki.
Pemilik rumah yang berhasil selamat pun tengah dimintai keterangan.
Marsma Fajar Adriyanto selaku Kadispen TNI AU mengatakan tidak ada korban jiwa.
Pilot yang mengendarai pesawat tersebut dilaporkan selamat.
Pesawat tersebut disebutkan pun dalam kondisi layak dan siap terbang.
(Tribunnews.com/ Chrysnha, Wahyu Gilang P, Maliana) (Kompas.com/Idon Tanjung/Achmad Nasrudin Yahya)