Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (23/9/2024).
Pada persidangan untuk terdakwa Kepala dinas (Kadis) ESDM Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahbana, Suranto Wibowo dan Plt Kepala Dinas ESDM Babel Rusbani.
Jaksa Penuntut Umum hadirkan 9 saksi di persidangan. Saksi-saksi tersebut mayoritas sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kementrian ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Di persidangan majelis hakim mengingatkan agar saksi-saksi berkata jujur. Tak hanya itu majelis hakim mengingatkan soal dosa hingga hukuman pidana.
“Saksi-saksi sudah disumpah artinya ketika memberikan keterangan nantinya sejujur-jujurnya dan apa adanya. Saksi itu hanya memberikan keterangan apa yang dilihat, didengar dan dialami sendiri,” kata majelis hakim di persidangan.
Majelis hakim melanjutkan, kalau saksi tahu bisa diterangkan. Kalau tidak tahu bilang tidak tahu.
“Jangan mengarang, jangan berbohong atau jangan sekali-kali dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar. Kalau itu dilakukan maka melanggar sumpah,” jelas majelis hakim.
Kemudian majelis hakim mengingatkan konsekuensi keterangan yang melanggar sumpah dari dosa hingga pidana.
“Konsekuensinya selain berdosa juga ada hukuman pidana. Dalam tindak pidana korupsi itu ancamannya itu 12 tahun dan denda Rp 600 juta,” tegas hakim.
Diketahui dalam perkara ini Suranto bersama dua Terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 (primair) dan Pasal 3 jo Pasal 18 UU 31/1999 (subsidair).
Para terdakwa eks Kadis ESDM Babel dalam perkara ini disebut-sebut lalai dalam pembinaan dan pengawasan terhadap para pemegang Ijin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP).
Akibatnya, perusahaan-perusahaan pemilik IUJP bebas membeli bijih timah hasil penambangan ilegal dan bahkan melakukan penambangan sendiri di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
"Sehingga perusahaan pemilik IUJP yang bermitra dengan PT Timah Tbk tersebut bebas membeli hasil penambangan bijih timah ilegal dan melakukan penambangan sendiri di wilayah IUP PT Timah Tbk. Padahal seharusnya pemilik IUJP hanya dapat melakukan usaha jasa penambangan kepada PT Timah Tbk," kata jaksa penuntut umum, dalam sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024).