Kemudian, kata Haris, ada sejumlah saksi yang tidak dihadirkan dalam persidangan.
Padahal, saksi itu adalah saksi yang melihat saat kejadian dan beberapa hari sebelumnya saat pelaku melakukan pengintaian.
Lebih lanjut, Haris mengungkapkan, bahwa sebenarnya para saksi tersebut sudah diperiksa di tingkat Polsek, Polres hingga Polda.
"Jadi ada beberapa informasi, ada beberapa kesaksian yang sudah menjadi berita acara di proses penyidikan kok sekarang ini malah berubah total."
"Ini memang kalau dilihat pengadilan ini sebetulnya dia tidak punya relasi dengan beberapa upaya yang telah dilakukan oleh polisi itu sendiri," tegas Haris.
Baca: Novel Baswedan Ragu Sejak Awal Persidangan, Pertanyakan Peran Jaksa yang Tak Berpihak pada Korban
Sebelumnya, Haris menilai, tuntutan 1 tahun penjara terhadap penyerang Novel itu melecehkan bangsa.
"Buat saya tuntutan itu melecahkan bangsa ini ya, melecehkan sejarah dan masa depan bangsa ini."
"Kok ada orang dibiayai sama negara, jaksa itu kan dibiayai sama negara, itu bikin tuntutan kasus seperti ini 1 tahun," terang Haris.
Menurut Haris, tuntutan itu juga menggambarkan bagaimana kinerja pengadilan dalam mengatasi kasus Novel.
"Tapi tuntutan 1 tahun itu sebenarnya merepresentasikan, pengadilan ini memang rekayasa," kata dia.
Baca: Penusuk Wiranto Dituntut 16 Tahun Penjara, Penyerang Novel Baswedan Dituntut 1 Tahun Penjara
Haris mengatakan, pengadilan diciptakan hanya untuk menggugurkan kewajiban pemerintah.
"Pemerintah dalam arti yang luas ya, sudah menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan," tegasnya.
Selain itu, lanjut dia, jika melihat secara lebih teliti dalam proses persidangan itu sebenarnya ada banyak persoalan.
Misalnya, menurut Haris, ada fakta-fakta yang sebenarnya terjadi tidak dibawa ke pra persidangan atau ke persidangan.
"Jadi persidangan ini kayak punya radar, punya logic-nya sendiri, faktanya tidak bisa mengakomodir fakta-fakta yang sebenarnya terjadi," tegasnya.
Baca: Polemik Tuntutan Ringan Penyerang Novel Baswedan, Mahfud MD dan Istana Angkat Bicara