TRIBUNNEWS.COM - Muncul petisi online meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperhatikan kasus pelecehan yang terjadi pada sejumlah anak-anak di Indonesia.
Petisi tersebut dicanangkan oleh Azas Tigor Nainggolan, kuasa hukum anak-anak korban pencabulan di sebuah rumah ibadah di Depok, Jawa Barat.
Dalam petisi yang dimuat di laman change.org tersebut, Tigor memohon agar Jokowi turut mendorong penuntasan kasus ini secara maksimal.
Jokowi dan masyarakat Indonesia dimohon untuk berpihak pada korban serta membantu perjuangan para korban menghapuskan kejahatan seksual.
"Alasan membuat petisi ini adalah untuk mendorong penanganan kasus kejahatan seksual terhadap anak di bawah umur," ungkap Tigor kepada Tribunnews.comĀ melalui pesan tertulis, Jumat (26/6/2020).
Baca: Siswi SMP di Lamteng Korban Pencabulan Ayah Tiri Selalu Mendapatkan Ancaman Dipukuli dan Diusir
Tigor menyebut angka korban dan kejadian kejahatan seksual terhadap anak terus melonjak.
"Kondisi ini menunjukkan pelaku merasa aman melakukan kejahatannya," ujar Tigor.
Menurut Tigor, hingga saat ini hukuman bagi pelaku pelecehan seksual masih ringan,
"Ini yang membuat kejahatan seksual terus meningkat. Untuk itu kami, meminta bapak presiden menegaskan kepada kepolisian agar menuntut tuntas setiap kasus kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan menghukum seberat-beratnya pelakunya," ungkapnya.
Selain itu Tigor Juga mendorong pemerintah melakukan pertolongan kepada korban dan melindungi para korban.
"Secara dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah umur di Depok ini kami meminta perhatian dan keterlibatan bapak Presiden Jokowi untuk memerintahkan kepolisian RI membongkar tuntas kasus di Depok ini," ungkapnya.
Baca: Bocah 9 Tahun jadi Korban Pencabulan Remaja 19 Tahun, Pelaku Habis Pesta Miras
Diketahui, pada akhir Mei 2020 lalu terbongkar kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak di bawah umur di sebuah rumah ibadah di Depok, Jawa Barat.
"Sudah ada dua anak yang menjadi korban yang melaporkan ke Polres Depok kekerasan seksual yang dialaminya dari tersangka SPM (42 tahun)," ungkap Tigor.
Sampai hari ini, lanjut Tigor, sudah ada 21 orang anak korban yang melapor kepada tim pendamping korban.
"Usia para korban berusia sekitar 11 sampai 15 tahun," imbuhnya.
Modus pelaku dengan berpura-pura mengajak rapat, mengajak jalan-jalan dan makan bersama, kegiatan keagamaan, memberi sepatu dan pakaian mahal kepada korban.
"Kejahatan seksual yang pelaku ini sudah dilakukannya, setidaknya sejak tahun 2002 hingga 2020 ini. Bisa jadi korbannya sangat banyak dan perlu penanganan tegas dan tuntas," ungkap Tigor.
Baca: Komnas Perlindungan Anak: Pelaku Pedofilia di Gereja Depok Layak Dikebiri!
"Sampai saat ini kami pendamping korban kasus pencabulan di rumah ibadah di Depok masih melakukan penelusuran terhadap anak-anak yang jadi korban kekerasan seksual SPM," ungkapnya.
Jumlah korban yang sangat banyak, menurut Tigor, menunjukan pelaku adalah seorang predator dan perlu langkah hukum dan sanksi hukum yang berat.
Adapun dalam petisinya Tigor menyebut ada 3 alasan hukuman berat perlu diberikan terhadap pelaku:
1. Sebagai pendidikan bagi masyarakat dan pemerintah bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan dan harus dilaporkan dan dihukum berat,
2. Sebagai pendidikan bagi masyarakat dan pemerintah bahwa penuntasan secara hukum untuk memutus rantai kejahatan seksual di sekitar kita.
3. Sebagai pendidikan bagi masyarakat dan pemerintah bahwa predator ada berkeliaran di sekitar kita dan membutuhkan hukum yang tegas untuk melindungi anak-anak dari kejahatan seksual para predator.
"Kami para korban, keluarga korban dan tim pendamping memohon bantuan bapak Presiden Jokowi serta seluruh rakyat Indonesia untuk berpihak pada korban serta membantu perjuangan para korban menghapuskan kejahatan seksual," ungkap Tigor dalam petisi.
Hingga berita ini ditulis, petisi tersebut kini telah ditandatangani 349 orang.
Baca: Kasus Pencabulan Anak di Gereja Depok: Sudah 6 Orang Mengaku Sebagai Korban, Terlacak Sejak 2006
Kasus Pencabulan Terungkap
Sebelumnya diketahui, polisi meringkus SPM (42), seorang pengurus salah satu gereja di bilangan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat, Minggu (14/6/2020) lalu.
Dilansir Kompas.com, SPM diduga mencabuli anak-anak yang kerap berpartisipasi aktif dalam salah satu kegiatan di gereja tersebut.
Sedangkan SPM merupakan pembina kegiatan itu selama bertahun-tahun.
"Dia ini pura-pura mengajak korbannya bebenah perkakas, tapi justru malah dilakukan pencabulan," ujar Kapolres Metro Depok Kombes Azis Andriansyah kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
Adapun polisi menjerat SPM dengan Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Terungkapnya kasus ini bermula saat pengurus gereja mencium gelagat tak beres dari SPM.
Tersangka tampak sering memangku dan memeluk anak-anak di bawah naungannya.
Hal tersebut dipandang sebagai sesuatu yang kurang wajar.
Tim investigasi pun dibentuk pihak internal gereja.
Para pengurus gereja mengundang orangtua-orangtua anak-anak yang tergabung dalam kegiatan gereja tersebut, meminta mereka agar menanyakan apakah putra-putri mereka jadi korban pelecehan seksual.
Pihak Gereja Jamin Pendampingan
Sementara itu Pastor Paroki Gereja Santo Herkulanus di Depok, Jawa Barat, Yosep Sirilus Natet menjamin pihak gereja akan selalu mendampingi anak-anak maupun keluarga yang menjadi korban pencabulan oleh SPM.
Dikutip dari Kompas.com, SPM diduga sudah mulai melancarkan aksinya sejak 2006.
"Untuk perlindungan, kami tetap bekerja sama dengan KWI (Konferensi Waligereja Indonesia). Kami memang akan membantu memulihkan si anak dari apa yang mungkin menjadi, seperti trauma yang berimbas kepada sesuatu yang tidak kita inginkan," jelas Natet saat dihubungi Kompas.com pada Selasa (17/6/2020).
Natet berujar, pendampingan serta rehabilitasi tidak hanya akan menyasar anak-anak yang menjadi korban pencabulan oleh SPM, melainkan juga orangtua mereka.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Vitorio Mantalean)