"Anak-anak tentu tidak bisa melawan karena si pelaku memiliki posisi atau kuasa lebih kuat sebagai pembimbing," katanya.
Tigor mengungkapkan, bukan hal mudah untuk menjadi korban yang berani mau bersuara mengakui sebagai korban dan membongkar kasus keji yang dialaminya.
Apalagi dalam kasus pemerkosaan atau pencabulan yang dialami anak-anak di bawah umur tentu sulit serta menakutkan.
"Korban harus berani dan tahan membuka pengalaman pencabulan yang dialami anaknya atau dirinya."
"Butuh keberanian untuk bisa dan berani membuka aib korban diri, apalagi itu melibatkan kegiatan gereja sebagai salah satu tempat kejadiannya," ungkapnya.
Terlebih lagi, menurut Tigor, hal itu terjadi oleh kelakuan pembimbing kegiatan di paroki dan terhadap anak-anak yang aktif dalam kegiatan paroki.
Kasus Pencabulan Terungkap
Sebelumnya diketahui, polisi meringkus SPM (42), seorang pengurus salah satu gereja di bilangan Pancoranmas, Depok, Jawa Barat, Minggu (14/6/2020) silam.
Dilansir Kompas.com, SPM diduga mencabuli anak-anak yang kerap berpartisipasi aktif dalam salah satu kegiatan di gereja tersebut.
Sementara SPM merupakan pembina kegiatan itu selama bertahun-tahun.
"Dia ini pura-pura mengajak korbannya bebenah perkakas, tapi justru malah dilakukan pencabulan," ujar Kapolres Metro Depok Kombes Azis Andriansyah kepada wartawan, Senin (15/6/2020).
Adapun polisi menjerat SPM dengan Pasal 82 Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Terungkapnya kasus ini bermula saat pengurus gereja mencium gelagat tak beres dari SPM.
Baca: Komnas Perlindungan Anak: Pelaku Pedofilia di Gereja Depok Layak Dikebiri!
Tersangka tampak sering memangku dan memeluk anak-anak di bawah naungannya.