News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Hati-hati, Penyebar Hoaks Bakal Dipenjara dan Didenda

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi hoaks

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyebaran informasi tidak benar atau hoaks meningkat selama pandemi virus corona atau Covid-19.

Pada April 2020 lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) melalui siber drone menemukan 474 isu hoaks di berbagai platform digital.

Sebagai upaya mengantisipasi penyebaran hoaks, pihak Polda Metro Jaya meminta masyarakat tidak secara mudah menyebarkan berita hoaks atau bohong serta memosting ujaran kebencian hate speech di sosial media.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, masyarakat diminta tidak termakan dan ikut menyebarkan berita bohong atau hoaks yang hanya menimbulkan keresahan di publik.

Baca: Posting Berita Hoaks Covid-19 di Facebook, Nasib Pemuda di Polman Sulbar Berakhir di Kantor Polisi

"Saya minta bantuan masyarakat, apabila menemukan hal-hal yang mencurigakan di sosial media. Hoaks serta ujaran kebencian terhadap pihak tertentu bisa dilaporkan, karena melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Kombes Pol Yusri Yunus dalam diskusi virtual, Senin (29/6/2020).

Dia menegaskan pelaku penyebaran hoax dapat dijerat hukum.

Untuk itu, dia meminta masyarakat tetap tenang dan tidak panik ketika mendapat informasi yang tidak jelas sumbernya.

"TNI-Polri dan Pemda bersama seluruh masyarakat siap untuk menghadapi segala macam kondisi apapun. Penyebar hoaks bisa dijerat dengan dengan Pasal 45 A ayat (1) UU Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara," ujarnya.

Baca: Ombudsman Siapkan 3 Langkah Guna Mengantisipasi Maraknya Hoaks Saat Pilkada 2020

Sebelumnya, Doktor Ilmu Hukum Universitas Airlangga, Anwar Rahman, menilai maraknya penyebaran hoaks karena masyarakat belum mendapatkan pemahaman yang baik dan benar dalam menyampaikan pendapat di sosial media.

Menurut dia, pengguna sosial media masih banyak yang belum dapat membedakan antara menyampaikan kritik dengan ujaran kebencian. Kritik sejatinya memperbaiki pendapat atau perilaku seseorang bukan didasarkan kebencian terhadap orang.

Baca: Termakan Hoaks Rapid Test Massal, Warga di Gowa Berlarian ke Kebun untuk Hindari Petugas

"Kritik berbeda dengan hujatan, fitnah, ujaran kebencian dan penghinaan. Fitnah dan ujaran kebencian biasanya dilakukan dengan narasi yang menyinggung perasaan. Bahkan tidak sopan dan tidak bijaksana serta tidak bertujuan memperbaiki pendapat atau perilaku seseorang,” ujar Anwar.

Dia menjelaskan fitnah merupakan salah satu bentuk pencemaran nama baik, yang di media sosial diatur khusus dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ketentuan tersebut mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik dan/atau fitnah yang diatur dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP (penistaan dan fitnah).

Ancaman pidana bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016, di mana pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda Rp 750 juta.

“Kritik bukan suatu tindak pidana. Namun “kritik” yang dilakukan dengan menyebarkan fitnah, perasaan kebencian dan penghinaan dapat dipidana," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini