TRIBUNNEWS.COM - Isu reshuffle kabinet di periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah mencuat mendapat sejumlah respons dari partai politik.
Seperti halnya yang dilakukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), secara tegas mendukung Jokowi merombak kabinetnya demi perbaikan kerja.
Juru Bicara PSI, Dara Nasution, menyebut paham akan kemarahan Jokowi kepada sejumlah menterinya yang dinilai tak maksimal dalam menghadapi krisis akibat pandemi Covid-19.
“PSI menilai wajar jika Presiden marah karena banyak kementerian bekerja biasa-biasa saja, tanpa sense of crisis, padahal Indonesia berada dalam situasi tidak normal,” kata Dara dalam keterangan tertulis, Senin (29/6/2020) dilansir Kompas.com.
Baca: CFD Sudirman-Thamrin Kembali Ditiadakan, PSI: Kesehatan Masyarakat Bukan Bagian Uji Coba
Menurut Dara, para menteri memiliki peranan besar membantu Jokowi menyelamatkan Indonesia dari krisis.
Dara menyebut, dalam kondisi sekarang ini sangat penting memiliki kecepatan dan ketepatan dilakukan berbarengan dalam membuat kebijakan.
"Jika mereka lambat dan bertindak tidak tepat, Indonesia bakal digilas krisis. Teguran Pak Jokowi harus segera membuat para menteri berbenah,” lanjut Dara.
Penyegaran kabinet disebut Dara lebih baik dilakukan ketimbang Indonesia terpuruk dalam krisis.
Menurutnya, nasib bangsa ini jauh lebih penting daripada kedudukan dua atau tiga menteri yang tidak berkinerja baik.
Dara mengungkapkan, PSI telah menyarankan perombakan kabinet kepada Jokowi pada 18 Mei lalu.
"Penyegaran susunan kabinet melalui reshuffle perlu untuk mengganti para menteri yang bekerja lambat dan lambat beradaptasi dengan situasi krisis," kata Dara.
Baca: Fahri Hamzah Kasihan dengan Presiden Jokowi
Respons Nasdem
Senada dengan PSI, Nasdem juga memahami betul kemarahan Presiden Jokowi pada kabinetnya.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali.
"Bagi Nasdem sendiri menyadari betul bahwa sikap amarah itu (Presiden Jokowi) adalah manusiawi sebagai kepala negara," kata Ali, Senin (29/6/2020) dilansir Kompas.com.
Menurut Ali, para menteri bekerja dengan bersungguh-sungguh selama masa pandemi Covid-19.
Seperti penyediaan pangan dan menjaga stabilitas harga.
Akan tetapi, kinerja tersebut masih perlu ditingkatkan.
Baca: Sikap Awal 9 Fraksi DPR soal RUU HIP, Hanya PDIP dan Nasdem yang Setujui Tanpa Catatan
Menurutnya, diperlukan juga koordinasi yang kuat antarmenteri.
Hal ini agar tidak terjadi ego sektoral.
"Jadi itu yang kita lihat selama ini, memang masih perlu ditingkatkan, jadi masih perlu diselaraskan antara satu menteri dan kementerian lain," ujarnya.
Mengenai perombakan kabinet, Ali menyebut keputusan itu adalah hak prerogatif presiden.
"Dia punya hak untuk melakukan reshuffle mengganti menteri yang menurut dia tidak mampu menyesuaikan ritme kerja dia, tidak mampu memenuhi ekspektasi Presiden. Itu hak prerogatif presiden," ucapnya.
Ali juga menyebut kemarahan Jokowi menjadi perhatian serius bagi Partai Nasdem.
Menurutnya, dalam situasi ini resesi global kemungkinan bisa terjadi.
Ssehingga para menteri dituntut bekerja di luar batas normal.
"Ya pasti kita perhatikan secara bersungguh-sungguh, karena memang situasi saat ini tidak bisa dianggap remeh," ujar Ali.
"Situasi saat ini yang saya pikir semua orang tahu bahwa resesi global pasti akan terjadi, sehingga cara kerjanya pun orang kerja dalam situasi yang tidak normal," kata dia.
Baca: Presiden Jokowi Disarankan Jangan Ragu Evaluasi dan Lakukan Reshuffle Kabinet
Kejengkelan Presiden
Sebelumnya diketahui, Jokowi menyampaikam ancaman reshuffle kabinet di hadapan para menterinya saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta pada 18 Juni 2020 silam.
Informasi ini baru terungkap dalam video yang ditayangkan akun YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6/2020).
Dalam video tersebut, Jokowi menyampaikan kejengkelannya kepada para menteri lantaran masih bekerja secara biasa saja di masa krisis seperti ini.
Menurut Presiden, ada kebijakan luar biasa untuk menangani krisis akibat pandemi virus corona.
"Langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah pemerintahan," kata Jokowi.
Jokowi menyebut langkah extraordinary bisa diwujudkan dalam bentuk mengeluarkan aturan tertentu, bahkan pembubaran lembaga dan perombakan kabinet atau reshuffle.
Jokowi pun kemudian menyampaikan ancaman reshuffle bagi menterinya yang masih bekerja biasa-biasa saja.
"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," ucap Jokowi.
(Tribunnews.com/Wahyu Gilang P) (Kompas.com/Ihsanuddin/Haryanti Puspa Sari)