News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Jiwasraya

Dirut PT Jiwasraya Ungkap Kondisi Produk JS Saving Plan Periode 2012-2017

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana sidang lanjutan kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (1/7/2020). Sidang beragenda mendengarkan keterangan lima orang saksi yang dihadirkan JPU dari Kejaksaan Agung. Tribunnews/Irwan Rismawan

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hexana Tri Sasongko mengungkap soal produk JS Saving Plan yang dinilai menjadi penyebab kasus gagal bayar Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor asuransi tersebut.

Menurut dia, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tidak pernah gagal bayar klaim produk JS Saving selama periode 2012-2017. Gagal bayar pertama kali atas klaim produk asuransi berbalut investasi itu baru terjadi pada Oktober 2018.

Pada Oktober 2018, Hexana masih menjabat Direktur Investasi Asuransi Jiwasraya.

Baca: Reaktif Covid-19, Penahanan Bekas Dirut Jiwasraya Dipindah ke Rutan KPK

Hal itu disampaikan di sidang lanjutan atas Perkara Pidana Nomor : 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Jakarta Pusat, Rabu (1/7/2020).

“Ada (yang jatuh tempo setiap tahun,-red) Tidak ada (yang gagal bayar pada periode 2012-2017,-red)” kata Hexana menjawab pertanyaan Aldres Napitupulu Kuasa Hukum terdakwa Heru Hidayat saat persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dia menjelaskan, produk itu mulai diluncurkan pada 2012, tetapi mulai gencar dipasarkan 2013. Dia mengonfirmasikan pada periode 2012-2017 ada klaim jatuh tempo setiap tahun.

Baca: Terdakwa Kasus Jiwasraya yang Reaktif Covid-19 Bakal Jalani Tes Swab

Pada Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan adanya gagal bayar pada produk JS Saving Plang sebesar Rp 802 Miliar. Gagal bayar itu, karena masalah likuiditas.

Pada saat ditanya apakah dia sudah melihat gejala gagal bayar tersebut ketika pertama kali ditunjuk sebagai direksi, Hexana mengatakan saat itu arus kas perusahaan asuransi jiwa pelat merah itu sudah tidak mencukupi.

“Saya melihat dana perusahaan tinggal Rp253 miliar, belum ada cadangan gaji, dan belum ada dana operasional. Jadi, cashflow memang tidak mencukupi,” ujarnya.

Baca: Jaksa Agung Saat Ini Jadi Tumpuan Masyarakat Tuntaskan Kasus Jiwasraya

Di samping itu, dia menegaskan saat itu divisi investasi perseroan sudah tidak bisa mencairkan investasi.

Setelah persidangan, anggota Tim Kuasa Hukum Heru Hidayat, Susilo Ariwibowo menyoroti pernyataan Hexana terkait gagal bayar atas klaim JS Saving Plain tersebut.

Menurut dia, penyataan Hexana itu menegaskan tidak ada gagal bayar atas klaim pada periode 2008-2017 dari produk tersebut. Periode itu, jelas dia, merupakan masa kepemimpinan Hendrisman Rahim sebagai Direktur Utama.

Padahal, tegas dia, JS Saving Plan sudah jatuh tempo setiap tahunnya, terutama pada 2012-2017.

“Pertanyaannya, ini yang keliru siapa? Jangan-jangan Pak Hexana tidak melakukan apa-apa, tanpa corporate action apapun, sehingga terjadi gagal bayar,” ujarnya.

Sebelumnya, di persidangan pada hari ini, Hexana membantah Direksi dan Komisaris PT Asuransi Jiwasraya meminta PricewaterhouseCoopers (PwC) untuk merekayasa hasil laporan keuangan pada 2018.

“Saya tidak tahu,” tegas Hexana ketika menjawab pertanyaan Tim Kuasa Hukum Heru Hidayat, Aldres Napitupulu.

Aldres mengatakan berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), M. Jusuf Wibisana, selaku auditor PwC, menyatakan ada permintaan tersebut dari Direksi dan Komisaris.

Menurut dia, Direksi dan Komisaris meminta agar laporan keuangan Asuransi Jiwasraya pada 2018 mencatatkan kerugian.

Namun, jelas dia, Jusuf menolak lantaran permintaan tersebut melanggar standar audit PwC.

“Pak Jusuf, dalam BAP-nya bilang, ada permintaan dari Direksi dan Komisari AJS dibuat rugi tapi PwC gak mau karena itu melanggar standar audit mereka,” jelasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini