Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik sekaligus Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti menilai, permintaan anggota DPR untuk dilibatkan dalam program Corporate Social Responsibility (CSR) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sangat memalukan.
Menurut Ray, tindakan itu sangat menurunkan wibawa dan martabat sebagai anggota DPR.
Baca: Anggota DPR yang Usir Dirut Inalum Pakai Jam Tangan Sama seperti Rapper 50 Cent, Talinya Kulit Buaya
Hal itu disampaikan Ray saat diskusi bertajuk 'Kala DPR Minta Jatah CSR dan Tolak RUU PKS' melalui virtual, Kamis (2/7/2020).
"Ini permintaan yang sangat memalukan ya, sekaligus juga berpotensi menurunkan wibawa dan martabat anggota DPR," kata Ray.
Ray mengatakan, jika merujuk pada AD/ART maupun tata tertib, seharusnya anggota DPR wajib menjaga martabat dan kewibawaannya.
Ia bahkan menyebut, permintaan CSR dilakukan secara terbuka dalam rapat anggota DPR sangat tidak dibenarkam.
Pasalnya, Ray menyebut tak ada satu dasar bagi para anggota DPR meminta supaya diliatkan dalam pengelolaan CSR.
"Bahkan menciderai martabat dan kewibawaan itu bisa dijadikan bahan untuk diadukan ke mahkamah atau badan kehormatan DPR," jelasnya.
Sebelumnya, melalui tayangan Kompas TV, Anggota DPR minta dilibatkan dalam kegiatan CSR BUMN saat rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi VII dengan Holding Tambang (MIND ID) pada Selasa (30/6/2020) lalu.
Mulanya, Anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir dan Direktur Utama MIND ID Orias Petrus Moedak yang terlibat dalam perdebatan sengit itu
Muhammad Nasir bahkan sampai mengusir Orias Petrus Moedak keluar dari ruang rapat. Tak hanya itu, Muhammad Nasir menyebut tak mau lagi rapat dengan Orias.
Wakil Ketua Komisi VII Alex Noerdin pun sempat menengahi perdebatan tersebut kemudian menskors rapat untuk istirahat sekaligus shalat Ashar.
Setelah itu, semua peserta rapat kembali lagi ke ruang rapat. Namun, Muhammad Nasir hanya kembali sebentar.